SURABAYA – Fraksi PDI Perjuangan DPRD Provinsi Jawa Timur menyoroti sejumlah ketimpangan dalam Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Gubernur Jawa Timur Tahun Anggaran 2024 dalam Sidang Paripurna Pemandangan Umum Fraksi, Rabu (9/4/2025).
Satu di antaranya adalah ketimpangan di bidang pembangunan, rendahnya angka partisipasi pendidikan menengah dan efektivitas anggaran.
Juru bicara Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jatim Guntur Wahono menyampaikan beberapa catatan penting sebelum LKPJ Gubernur 2024 dibahas lebih lanjut. Menurutnya pertumbuhan ekonomi Jawa Timur belum sepenuhnya inklusif dan merata, terutama di wilayah tertinggal.
“Diperlukan diversifikasi ekonomi berbasis potensi lokal, penguatan sektor UMKM, dan peningkatan investasi yang menyentuh wilayah pedesaan dan pinggiran,” kata Guntur, usai rapat paripurna.
Fraksi PDI Perjuangan menekankan perlunya percepatan pembangunan infrastruktur dasar dan sinergi antar kabupaten/kota untuk mengurangi ketimpangan spasial. Hal tersebut tercermin dalam indeks theil yang di provinsi ini masih tinggi.
Begitu juga terkait persentase penduduk miskin, meskipun terjadi penurunan, namun kantong-kantong kemiskinan struktural masih banyak ditemukan.
“Perlu pendekatan yang lebih terintegrasi dengan pemberdayaan ekonomi, peningkatan kualitas layanan dasar, dan penguatan kelembagaan sosial di akar rumput,” ujarnya.
Dalam masalah indeks pembangunan manusia (IPM), Fraksi PDIP menyarankan pemerataan distribusi tenaga pendidik dan kesehatan, serta pembangunan fasilitas dasar.
Terkait tingkat pengangguran terbuka (TPT), Wakil Ketua DPD PDIP Jatim ini menekankan pentingnya pendidikan vokasi, link-and-match dengan industri, dan inkubasi wirausaha muda untuk menekan pengangguran usia produktif.
Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jatim juga menyoroti isu strategis yang membayangi pembangunan Jawa Timur, meskipun anggaran sebesar Rp 34,7 triliun telah dialokasikan untuk sektor prioritas.
Contohnya anggaran pendidikan sebesar Rp3,4 triliun belum mampu meningkatkan angka partisipasi murni (APM) SMA, yang hanya mencapai 65,37 persen.
“Ini menunjukkan masih banyak anak usia sekolah yang tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan menengah,” ujar politisi dari daerah pemilihan (dapil) 7 Jatim meliputi Blitar Raya-Tulungagung ini.
“Termasuk program pelatihan tenaga kerja dengan anggaran Rp98,75 miliar ini juga kami pertanyakan karena tidak menyertakan data penyerapan kerja pasca-pelatihan,” sambung dia.
Di bidang infrastruktur, FPDIP melihat anggaran Rp4,2 triliun hanya mencapai pembangunan jalan sebesar 96,4 persen, tetapi tidak disertai data kondisi jalan mantap atau distribusi wilayah yang belum terlayani.
“Sulit mengukur dampaknya terhadap konektivitas antarwilayah dan pertumbuhan ekonomi lokal,” sebutnya.
Dalam pengentasan kemiskinan, anggaran perlindungan sosial sebesar Rp1,35 triliun hanya mampu menurunkan angka kemiskinan sebesar 0,17 poin persen, dengan ketimpangan kesejahteraan yang masih lebar (indeks theil 0,222).
“Dengan demikian, tanpa pembenahan struktural dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program, risiko pemborosan fiskal, ketimpangan sosial, dan menurunnya kepercayaan publik akan sulit dihindari,” pungkas anggota Komisi C DPRD Jatim ini. (yols/pr)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS