SURABAYA – Dinamika Pilkada serentak 2024 di tanah air yang akan digelar November mendatang, termasuk di Jawa Timur, menjadi perhatian serius berbagai pihak.
Salah satu isu yang muncul adalah fenomena pilkada di beberapa daerah hanya muncul satu pasangan calon (paslon), sehingga harus berhadapan dengan kotak kosong.
Kota Surabaya, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Ngawi, dan Kabupaten Gresik adalah empat daerah di Jawa Timur yang berpotensi hanya muncul satu paslon.
Situasi ini berpotensi menimbulkan sikap apatis di kalangan pemilih, terutama jika tidak ada upaya serius untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menggunakan hak pilihnya.
Ketua Bidang Pemerintahan dan Otonomi Daerah Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem) Abdi Edison, menyoroti fenomena tersebut sebagai tantangan besar bagi demokrasi di tingkat daerah.
Menurutnya, peran aktif organisasi kepemudaan sangat dibutuhkan untuk menggerakkan kesadaran politik di kalangan masyarakat, khususnya para pemilih pemula, agar tidak terjebak dalam sikap apatis terhadap proses demokrasi.
“Menjelang Pilkada serentak pada November mendatang, organisasi kepemudaan harus ambil peran, utamanya dalam meningkatkan partisipasi pemilih pemula di Jawa Timur,” ungkap Abdi Edison saat menggelar Rapat Koordinasi bersama Repdem Surabaya dalam agenda diskusi ‘Peran Organisasi Kepemudaan dalam Meningkatkan Partisipasi Pemilih Pemula di Pilkada 2024’, Minggu (31/08/2024).
Edison juga menyoroti kendala teknis yang bisa memengaruhi partisipasi pemilih, yakni jarak rumah pemilih dengan tempat pemungutan suara (TPS) yang jauh.
“Dengan rata-rata pemilih di angka 500-600 tiap TPS, maka kecenderungan tidak memilih besar karena jarak rumah pemilih dengan TPS jauh,” jelasnya.
Lebih lanjut, Abdi Edison menyatakan kekhawatirannya terhadap penurunan tingkat partisipasi pemilih di daerah-daerah yang hanya memiliki satu paslon.
“Ada 4 kabupaten/kota yang memiliki 1 paslon yakni Kota Surabaya, Trenggalek, Ngawi, Gresik. Ini juga akan menimbulkan gerakan apatis untuk tidak menggunakan hak pilihnya. Kalau penurunan partisipasi pemilih terjadi, maka akan ada preseden buruk bagi demokrasi,” sebut Edison.
Untuk itu, dia mendorong Komisi Pemilihan Umum (KPU) di setiap tingkatan untuk terus melakukan sosialisasi agar tingkat partisipasi pemilih tidak turun. Terutama di kabupaten/kota yang hanya memiliki satu paslon.
Tidak hanya itu, Edison juga mendorong pasangan calon tunggal untuk tetap aktif berkampanye dan mengajak masyarakat datang ke TPS.
“Pasangan calon tunggal kepala daerah yang akan bertarung melawan kotak kosong dalam Pilkada 2024 harus memperoleh suara 50 persen lebih. Hal itu menjadi syarat untuk dapat ditetapkan sebagai kepala daerah terpilih,” jelasnya.
Jika calon tunggal tidak mencapai perolehan suara lebih dari 50 persen dari total jumlah pemilih, maka daerah tersebut nantinya akan dipimpin oleh penjabat sementara (Pjs).
Penjabat sementara ini akan memimpin hingga pemilihan berikutnya yang dijadwalkan pada tahun 2029 atau tahun berikutnya, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 54D Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.
“Demokrasi kita membutuhkan partisipasi aktif semua pihak, terutama para pemilih muda yang akan menjadi penentu masa depan bangsa ini,” pungkas Edison. (yols/pr)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS