LAMONGAN – Berangkat dari rasa keprihatinan limbah yang mengakibatkan polusi udara di lingkungannya, Eko Yuliansyah, Ketua Ranting PDI Perjuangan Pucuk, Kecamatan Pucuk, Kabupaten Lamongan, menyulap limbah buah kelapa (serabut/serat) menjadi pundi-pundi dolar yang masuk ke rekening pribadinya.
“Ada manfaat besar dari serabut buah penghasil minyak dan santan ini. Sering toh, kita lihat serabut buah kelapa ini terbuang begitu saja dan dibakar hingga menimbulkan asap pekat. Itu pasti gak baik bagi kesehatan,” ujar Eko, Minggu (21/11/2021).
Dia mengaku, dari hasil analisa kebutuhan bahan baku di era industrialisasi yang harus ramah lingkungan, perlu dicoba melakukan terobosan baru, bagaimana limbah yang selama ini dianggap sampah, ternyata memiliki nilai ekonomis yang menjanjikan.
“Maka, sejak sembilan bulan terakhir, saya berusaha keras mengelola serabut kelapa secara benar sesuai kebutuhan permintaan customer di lapangan,” tuturnya pada awak www.pdiperjuangan-jatim.com.
Pria lulusan Fakultas Teknik Mesin ITS Surabaya 2004 itu membeberkan, dirinya dan 12 temannya memanfaatkan serabut kelapa untuk menghasilkan coco viber (serat buah kelapa) dan coco peat (serbuk buah kelapa) yang diminati banyak pelaku industri di luar negeri.
“Ekspor kita ke Jepang, Korea, China, Dubai Uni Emirat Arab, Israel dan beberapa negera Eropa. Ternyata perindustrian mereka sangat bergantung dengan bahan baku yang kita kirim untuk dijadikan produk jadi ciptaan mereka,” bebernya.
Eko juga mengungkapkan, hasil olahan limbah yang diprosesnya hingga diminati banyak negara maju, yakni coco viber dibutuhkan sebagai bahan baku pembuatan matras, jok mobil, tali tambang, dan campuran pembuat beton atau istilahnya coco viber ini sebagai pengikat adonan beton.
“Untuk coco peat sendiri lebih banyak diminati dari Dubai Uni Emirat Arab maupun Israel untuk bahan baku media tanam pertanian dan penghijauan guna mengurangi terik cuaca panas di negara mereka. Karena coco peat mampu menyerap dan menyimpan air lebih banyak daripada media tanam lainnya,” ungkapnya.
“Jujur Mas, dengan permintaan sebanyak itu, saya kewalahan dengan minimnya serabut yang kita terima sebanyak 3 – 5 ton per hari saat ini. Karena kapasitas mesin coco cruser (penghancur) bisa memproses serabut sebanyak 10 ton per hari untuk menjadi coco viber dan coco peat,” imbuhnya.
Eko juga menjelaskan, pengembangan usahanya sudah dalam progres. Pastinya, tambah Eko, akan ber-out put menciptakan lapangan kerja yang lebih banyak bagi wong cilik. Hal tersebut tentunya membutuhkan modal besar.
“Kita kasih gambaran saja, untuk memenuhi serabut saat ini, kita hanya mengandalkan tengkulak buah kelapa yang memang sehari-hari mereka mengupas serabutnya di sini. Maka, kita berkeinginan kuat untuk menciptakan mobil coco cruser, agar bisa jemput bola serabut yang kita butuhkan,” terang Eko.
Tentang pendapatkan yang diperolehnya, Eko membocorkan, dolar yang diterimanya 320 USD untuk per metrix ton-nya, atau sekitar Rp. 3000 per kilogramnya untuk coco viber maupun coco peat. (ak/set)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS