SURABAYA – Tidak hanya menyoal hilangnya pemilihan Cak dan Ning Surabaya, Ketua DPRD Armuji juga kecewa dengan minimnya perhatian Pemerintah Kota Surabaya terhadap kesenian dan kebudayaan.
Kekecewaan Armuji disampaikan saat pekerja seni-budaya Dewan Kesenian Surabaya (DKS) menyampaikan keluhannya di Komisi D, akhir pekan lalu. Acara dengar pendapat dipimpin Ketua Komisi D Agustin Poliana itu juga dihadiri Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Surabaya Wiwiek Widayati.
Akibat tidak serius terhadap kesenian dan kebudayaan, kata politisi PDI Perjuangan itu, aktivitas dunia seni-budaya di Kota Pahlawan akhir-akhir ini kalah ketimbang daerah lainnya. Anggaran untuk DKS agar bisa menyemarakkan kesenian pun dinilai kelewat minim.
Pun soal renovasi bagian-bagian dari gedung Balai Pemuda yang rusak, katanya, sampai saat ini tidak jelas selesainya. ”Gedung Balai Pemuda yang masuk bangunan cagar budaya, itu kapan selesai perbaikannya. Padahal itu sudah menelan anggaran besar,” kata Armuji.
Dalam hearing itu, Ketua DKS Chrisman Hadi juga menilai belakangan Pemkot Surabaya tidak serius lagi mengurus kesenian dan kebudayaan. “Pemkot belum serius menangani kebijakan perkara kesenian dan kebudayaan. Tapi lebih serius menangani taman-taman,” kata Chrisman.
Indikator ketidakseriusan pemkot, sebut Chrisman, sejak musyawarah DKS 8 Maret 2014, surat keputusan (SK) kepengurusan baru diberikan pada 30 Desember 2014. Selain itu, kepengurusan DPS sesuai musyawarah 8 Maret yang jumlahnya 50 orang lebih, dalam SK yang dikeluarkan pemkot jumlahnya dipangkas tinggal 27 orang.
“Kita sudah menyusun kepengurusan multidisiplin, ada akademisi, beberapa guru besar, pengusaha, praktisi kesenian, praktisi kebudayaan. Jumlahnya 50 lebih. Supaya kehidupan kesenian di Surabaya lebih baik,” ujar Chrisman.
“Ternyata di SK yang sudah telat itu, jumlah pengurusnya dipangkas jadi 27 orang. Ndak tahu kenapa dipangkas. Padahal mereka tidak dapat honor, benar-benar volunteer, orang-orang yang ingin bersedekah kebudayaan,” tambahnya.
Soal anggaran Rp 100 juta untuk DKS dari APBD Kota Surabaya, pihaknya menolak. Sebab anggaran Rp 100 juta yang dipotong pajak dan lainnya tinggal sekitar Rp 80 juta itu dinilai sangat tidak layak untuk kegiatan seni dan budaya selama setahun.
Mestinya kalau pemkot serius, lanjut Chrisman, dari 11 komite yang ada di DKS, dalam pembahasan renstra baik jangka pendek, menengah dan panjang, sudah dihitung kebutuhannya sekitar Rp 8 miliar. “Itu kalau mau serius loh,” ucapnya.
Meski ada anggaran, pihaknya tetap beraktivitas. Seperti renovasi Galeri yang menghabiskan biaya sekitar Rp 200 juta, dananya dari hasil penjualan lukisan dan mengandalkan jaringan DKS. (pri)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS