SURABAYA – Penyusutan lahan produktif pertanian di Kota Malang mendapat sorotan dari anggota Komisi B DPRD Jatim, Daniel Rohi. Pasalnya, tiap tahun terjadi penyusutan lahan pertanian secara ekstrim yang disebabkan oleh alih fungsi lahan pertanian menjadi perumahan atau tempat tinggal dan keperluan komersil.
Padahal di Kota Malang sendiri terdapat Perda Rancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2022-2024 yang secara jelas melarang 500 hektar lahan pertanian di Kota Malang beralih fungsi untuk mencegah penyusutan lahan pertanian.
Daniel mengungkapkan, lahan pertanian di Kota Malang pada tahun 2007 masih sebesar 1.550 hektar, lalu menyusut menjadi 1.400 hektar pada 2009, 2012 makin berkurang menjadi 1.300 hektar, dan tahun 2013 tinggal 1.282 hektar.
Lebih lanjut, penyusutan lahan pertanian Kota Malang terus terjadi di tahun 2015 menjadi 942 hektar, tahun 2023 luas lahan pertanian tinggal 803 hektar. Baru-baru ini melalui informasi dari Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Malang, sisa lahan pertanian di Kota Malang tersisa 785 hektar.
“Penyusutan ini karena alih fungsi lahan. Alih fungsi ini yang harus dikawal dengan ketat, karena RTRW di Kota Malang itu kan aturannya sudah ada dan itu harus ditegakkan dengan benar,” ujar Daniel, Kamis (4/7/2024).
Penyusutan lahan pertanian akibat alih fungsi tersebut tentu akan berakibat kurang baik terhadap ketersediaan pangan di Kota Malang, khususnya beras. Padahal kebutuhan beras di Kota Malang mencapai 35 ribu-40 ribu ton per tahun, sedangkan kondisi pertanian saat ini hanya mampu memproduksi 15 ribu ton per tahun.
“Kekurangan produksi beras di Malang ini jadi ironi dan keprihatinan, karena dapat berdampak juga terhadap ketahanan dan kedaulatan pangan nasional yang bisa terancam akibat fenomena ini,” tuturnya.
Karena itu, politisi PDI Perjuangan itu meminta kepada pihak terkait agar memberikan tindakan tegas jika ada upaya alih fungsi lahan produktif ke komersial, terutama di beberapa kawasan tertentu yang dilarang.
“Kita tetap harus menjaga lahan pertanian untuk menjaga ketahanan pangan, didukung juga dengan kondisi lahan serta petani/SDM, teknologi, pasar, benih, pupuk, bahkan faktor alam seperti iklim dan hama,” tandasnya. (yol/set)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS