JAKARTA – Ketua DPR RI Puan Maharani mengatakan, putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) untuk menunda Pemilu telah menimbulkan perdebatan konstitusional dan membutuhkan penyikapan politik hukum agar konstitusi UUD NRI 1945 tetap dipatuhi.
Puan mengingatkan, Konstitusi UUD NRI 1945 pada Pasal 22E mengamanatkan secara tegas bahwa pemilu harus dilakukan 5 tahun sekali.
Oleh karena itu, sebutnya, diperlukan politik hukum yang sungguh-sungguh dalam menyikapi putusan PN Jakarta Pusat untuk menunda Pemilu.
Menurut Puan, langkah KPU untuk mengajukan banding, merupakan upaya untuk mendapatkan kepastian hukum yang sesuai dengan konstitusi dan peraturan perundang-undangan.
“DPR RI akan memberikan perhatian yang serius pada penuntasan kepastian hukum permasalahan ini agar tidak terjadi kekosongan kekuasaan eksekutif dan legislatif,” kata Puan, saat membuka masa persidangan IV Tahun Sidang 2022-2023 dalam Rapat Paripurna di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (14/3/2023).
Selain soal putusan penundaan Pemilu, Puan juga menyoroti soal berbagai kasus yang mengemuka dari oknum pejabat Aparatur Sipil Negara (ASN) yang diduga memiliki kekayaan yang tidak sesuai dengan profil jabatannya.
“Saat ini, dengan kemajuan teknologi informasi komunikasi, rakyat dapat selalu melihat dan memantau segala bentuk kegiatan pejabat negara. Baik kegiatan dalam menjalankan tugas maupun kegiatan di luar tugas. Bahkan rakyat melalui pemantauan di media sosial juga mengamati ruang kehidupan pribadi dan keluarga,” paparnya.
Oleh karenanya, pejabat negara diminta untuk bijak dalam bersikap, sekalipun di ranah pribadi. Sebab, kata Puan, pejabat sebagai penyelenggara negara memiliki tanggung jawab moral kepada rakyat.
“Pejabat negara selalu dituntut untuk memiliki integritas yang tinggi, yang diperlihatkan dengan ketaatan pada aturan, bermartabat, menjalankan prinsip-prinsip kejujuran, transparan, dan tanggung jawab,” ujar Ketua DPP PDI Perjuangan itu.
“Mengemukanya kasus oknum di lingkungan Kementerian Keuangan yang memiliki kekayaan tidak sesuai dengan profil jabatannya merupakan indikasi adanya oknum-oknum yang tidak berintegritas dalam menjalankan tugasnya,” sambung Puan.
Mengemukanya kasus tersebut pun diharapkan dapat menjadi momentum bagi seluruh aparatur negara untuk dapat memperkuat praktik integritas yang diwujudkan mulai dari kedisiplinan individu-individu, bisnis proses, dan peringatan dini. Puan mengatakan hal itu berlaku di seluruh kementerian/lembaga.
“DPR RI juga ikut memiliki komitmen yang tinggi untuk menjaga integritas, kehormatan dan kedudukan sebagai anggota DPR RI dalam menjalankan kedaulatan rakyat,” tegasnya. (goek)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS