JAKARTA – Ketua DPR RI Puan Maharani mendorong ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA) menghasilkan kebijakan terkait penanganan Covid-19 dan menjaga stabilitas perdamaian serta keamanan di wilayah Asia Tenggara.
Dalam Sidang Umum ke-41 AIPA, Selasa (8/9/2020), Puan menyebutkan, pandemi Covid-19 membawa dampak pada manusia dan pembatasan kegiatan ekonomi yang dapat mengakibatkan kawasan berada di ambang resesi.
“Karena itu saya mendorong parlemen negara anggota ASEAN menghasilkan kebijakan yang memadai dalam rangka membatasi penyebaran Covid -19, mengurangi dampak ekonomi yang lebih besar, dan memastikan kesejahteraan sosial,” kata Puan.
Dia menilai perlu mengoptimalkan peran parlemen dengan menjalankan tugas legislasi terkait penanggulangan Covid -19 dan dampak sosial ekonominya. Seperti merumuskan undang-undang terkait stimulus fiskal atau penguatan jaring pengaman sosial.
Menurut Puan, dengan semangat gotong royong yang khas Indonesia untuk bekerja secara kolektif, akan dapat mencapai satu tujuan bersama untuk melawan pandemi Covid-19.
“Parlemen juga harus meningkatkan pengawasan untuk memastikan undang-undang tersebut benar-benar diterapkan dan dirasakan manfaatnya oleh rakyat,” ujarnya.
Mengenai isu perdamaian, Ketua DPP PDI Perjuangan ini menilai perdamaian, keamanan, dan stabilitas selalu menjadi faktor penting dalam pembangunan dan pertumbuhan di Asia Tenggara.
Karena itu, menurut dia, penting bagi semua pihak untuk tetap memelihara Asia Tenggara menjadi kawasan yang damai, bersahabat, dan harmonis.
“Langkah itu untuk meningkatkan kerja sama membatasi penyebaran Covid-19 dan mengatasi dampak buruk yang ditimbulkan-nya,” jelas dia.
Puan pun mengajak negara-negara di Asia Tenggara untuk memprioritaskan perdamaian, menghindari ketegangan, menahan diri, dan mendorong langkah-langkah membangun kepercayaan antara negara-negara anggota ASEAN dengan menekankan pada sentralitas ASEAN.
Parlemen anggota AIPA, tambah Puan, juga harus mendorong negara anggota ASEAN untuk tunduk pada hukum internasional seperti United Nation Convention on Law of the Sea (UNCLOS) 1982 sebagai acuan dalam menentukan hak maritim, hak berdaulat, dan kepentingan yang sah atas kawasan laut.
“Kode Etik di Laut Cina Selatan juga harus dikembangkan sebagai kerangka yang disepakati bersama untuk dialog dan konsultasi antara ASEAN dan Cina di Laut Cina Selatan sembari kita berharap proses yang baik tersebut dapat tercermin di lapangan,” ujarnya.
Puan juga mengajak parlemen negara-negara ASEAN untuk peduli dan menjadi yang pertama dalam menjawab ekses di Rakhine, yaitu para pengungsi menjadi korban perdagangan manusia dan penyelundupan manusia.
Dia menekankan bahwa untuk dapat maju sebagai komunitas ASEAN yang kohesif dan responsif, semua anggotanya harus meningkatkan kapasitas untuk menanggapi secara efektif tantangan regional yang muncul termasuk dalam konteks keamanan manusia.
“Diperlukan kerja sama parlemen dalam penguatan kerja sama di tingkat eksekutif dalam mengatasi masalah tersebut. Karena dikhawatirkan masalah sensitif ini akan menghambat upaya kita untuk mengurangi penyebaran Covid-19,” tuturnya.
Dia menilai semua pihak harus berperan mencegah meningkatnya pergerakan ireguler manusia, termasuk perdagangan manusia dan penyelundupan manusia yang terjadi di laut wilayah Indonesia.
Sebelumnya, Vietnam menjadi tuan rumah Sidang Umum AIPA yang untuk pertama kalinya dihelat secara virtual, pada 8-10 September 2020. Delegasi DPR RI berjumlah 15 orang, dipimpin Puan Maharani, dan didampingi Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI Charles Honoris.
Sidang Umum ke-41 AIPA akan membahas isu politik, ekonomi, sosial, perempuan, parlemen muda, dan keorganisasian, bersama 10 parlemen dari kawasan ASEAN (Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Republik Demokratik Rakyat Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam) dan beberapa pengamat. (goek)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS