SURABAYA – Ketua Komisi E DPRD Jawa Timur Sri Untari Bisowarno menekankan pentingnya mitigasi dampak kebijakan efisiensi terhadap tenaga kerja (naker) di Jatim.
Menurutnya, sejauh ini belum ada lonjakan pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat kebijakan efisiensi anggaran dari pusat ke Provinsi Jawa Timur.
“Untuk saat ini, dampak efisiensi anggaran terhadap peningkatan PHK di Jatim belum nampak karena masih dalam tahap proses. Namun, saya sudah menyarankan kepada Dinas Ketenagakerjaan agar segera melakukan pemetaan jumlah pekerja yang berpotensi terdampak,” kata Untari di Surabaya, Rabu (5/3/2025).
Diketahui, Kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan pemerintah pusat turut berdampak di Jawa Timur. Berkurangnya dana alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK) hampir Rp200 miliar membuat pemerintah daerah harus melakukan penyesuaian belanja.
Instruksi Presiden (Inpres) No. 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja APBN dan APBD yang ditandatangani pada 22 Januari 2025 menjadi landasan bagi pemangkasan ini. Kebijakan tersebut tidak hanya berpengaruh pada anggaran Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim, tetapi juga pada pemerintah kabupaten/kota di seluruh Jawa Timur.
Menurut Untari, pemetaan ini diperlukan agar pemerintah daerah bisa memahami jumlah tenaga kerja yang terancam kehilangan pekerjaan serta keterampilan yang mereka miliki.
Dengan data tersebut, langkah-langkah mitigasi seperti pelatihan dan pendampingan bisa segera dirancang agar para pekerja yang terdampak tetap memiliki kesempatan mendapatkan pekerjaan atau berwirausaha.
“Saya ingin memastikan bahwa mereka yang terkena PHK tetap bisa bertahan. Oleh karena itu, pemetaan ini sangat penting agar kita bisa menyiapkan program pelatihan yang sesuai,” tambah dia.
Legislator yang juga Sekretaris DPD PDI Perjuangan Jatim itu pun menyoroti kepatuhan perusahaan dalam memberikan hak kepada pekerja yang terkena PHK. Sesuai aturan, setiap pekerja yang mengalami PHK berhak mendapatkan pesangon sebesar enam kali gaji.
“Kami minta semua perusahaan agar mematuhi aturan pemerintah bahwa dalam kasus PHK, pekerja harus mendapat pesangon enam kali gaji. Hal ini agar mereka masih bisa memenuhi kebutuhan hidupnya, terutama bagi mereka yang menjadi tulang punggung keluarga,” ujar Untari.
Lebih lanjut, dia juga menyampaikan bahwa hingga saat ini, setiap organisasi perangkat daerah (OPD) di Jawa Timur masih dalam tahap proses penyesuaian anggaran.
“Saat ini belum bisa disimpulkan bagaimana dampaknya secara menyeluruh, karena tiap OPD masih menentukan mana yang akan dikurangi. Yang terpenting adalah bagaimana Pemprov Jatim siap dengan berbagai skema agar masyarakat yang terkena dampak tetap mendapatkan pendampingan,” ungkapnya.
DPRD Jatim meminta Dinas Ketenagakerjaan di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota untuk lebih aktif memberikan pendampingan bagi pekerja terdampak.
“Kami mendorong dinas ketenagakerjaan untuk aktif dalam membantu pekerja yang terdampak, baik melalui pelatihan, penyaluran pekerjaan, maupun skema bantuan lainnya,” tegasnya. (yols/pr)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS