PRESIDEN Pertama RI, Ir Soekarno terbilang multi-talenta. Tak sekadar mencetuskan ide-ide besar yang bermanfaat bagi bangsa dan negara Indonesia, bahkan dunia. Juga piawai dalam menulis puisi.
Pada momen Hari Puisi Nasional (HPN) yang jatuh pada hari ini, Jumat (28/4/2023), pdiperjuangan-jatim.com menurunkan tiga dari puluhan puisi yang ditulis oleh Bung Karno. Puisi-puisi karya Bung Karno berserak di berbagai buku.
Berikut tiga puisi karya Bung Karno dihimpun dari berbagai sumber:
Aku Melihat Indonesia
Jikalau aku berdiri di pantai Ngliyep
Aku mendengar Lautan Hindia bergelora
membanting di pantai Ngliyep itu
Aku mendengar lagu, sajak Indonesia
Jikalau aku melihat
sawah-sawah yang menguning-menghijau
Aku tidak melihat lagi batang-batang padi yang menguning menghijau
Aku melihat Indonesia
Jikalau aku melihat gunung-gunung
Gunung Merapi, Gunung Semeru, Gunung Merbabu
Gunung Tangkuban Perahu, Gunung Kelebet
dan gunung-gunung yang lain
Aku melihat Indonesia
Jikalau aku mendengarkan
Lagu-lagu yang merdu dari Batak
bukan lagi lagu Batak yang kudengarkan
Aku mendengarkan Indonesia
Jikalau aku mendengarkan Pangkur Palaran
bukan lagi Pangkur Palaran yang kudengarkan
Aku mendengar Indonesia
Jikalau aku mendengarkan lagu Olesio dari Maluku
bukan lagi aku mendengarkan lagu Olesio
Aku mendengar Indonesia
Jikalau aku mendengarkan burung Perkutut
menyanyi di pohon ditiup angin yang sepoi-sepoi
bukan lagi aku mendengarkan burung Perkutut
Aku mendengarkan Indonesia
Jikalau aku menghirup udara ini
Aku tidak lagi menghirup udara
Aku menghirup Indonesia
Jikalau aku melihat wajah anak-anak
di desa-desa dengan mata yang bersinar-sinar
“Pak Merdeka; Pak Merdeka; Pak Merdeka!”
Aku bukan lagi melihat mata manusia
Aku melihat Indonesia
(dari buku “Bung Karno dan Pemuda”, hlm. 68-107)
Janganlah Menjadi Politikus Salon
Janganlah menjadi politikus salon!
Lebih dari separo
politisi kita adalah politisi salon
Yang mengenal Marhaen
hanya dari sebutan saja.
Apakah orang mengira
dapat menyelesaikan revolusi sekarang ini
Meski tingkatannya tingkatan nasional sekalipun
Tidak dengan rakyat murba
Politikus yang demikian itu
Sama dengan seorang jenderal
yang tak bertentara
Kalau ia memberi komando
dia seperti orang berteriak di padang pasir
Tetapi betapakah orang dapat menarik rakyat jelata
Jika tidak terjun di kalangan mereka
Mendengarkan kehendak-kehendak mereka
Menyadarkan mereka akan diri sendiri
Membuat revolusi ini revolusi mereka?
(dari buku “Sarinah”, 1947 hal. 229-230)
Sudah Ber-Ibu Kembali
Sudah lama bunga Indonesia
tiada mengeluarkan harumnya
Semenjak sekar yang terkemudian
sudah menjadi layu
Tetapi sekarang bunga Indonesia
sudah kembang kembali
Kembang ditimpa cahaya bulan persatuan Indonesia
Dalam bulan yang terang-benderang ini
berbaurlah segandi segala bunga-bungaan yang harum
dan menarik hati yang tahu akan harganya bunga
Sebagai hiasan alam yang diturunkan Tuhan Illahi
Kembangnya bunga ini
ialah bangunnya bangsa Indonesia
Menurut langkah yang terkemudian sekali
didahului oleh bangunnya laki-laki Indonesia
beserta pemudanya
Langkah yang terkemudian
tetapi jejak yang pertama sekali
Dalam sejarah Indonesia
dan permulaan zaman baru
Sudah lama Indonesia kehilangan ibu
Sudah lama Indonesia kehilangan puterinya
Tetapi berkat disinari cahaya persatuan Indonesia
bertemulah anak piatu dengan ibu
yang disangka sudah hilang
berjabat tanganlah dengan puteri
yang dikatakan sudah berpulang
Pertemuan anak piatu dengan ibu kandung
ialah saat yang semulia-mulianya
dalam sejarah anak piatu
yang ber-ibu kembali
Saat ini tiada dapat dilupakan
sedih dan suka
pedih dan pilu bercampur-baur
karena kenang-kenangan yang sudah berlalu
Dan oleh karena nasib baru yang akan dimulai
Baru sekarang Persatuan Indonesia ada romantiknya
Apa gunanya gamelan dalam pendopo kalau tidak dibunyikan
terletak saja jadi pemandangan
kaum keluarga turun-temurun
Gamelan Indonesia berbunyi kembali
berbunyi dalam pendopo Indonesia
dan melagukan persatuan Indonesia
pada waktu bulan purnama raya
penuh dengan bau bunga
dan kembang yang harum
Indonesia piatu sudah ber-ibu kembali
(dari buku “Di Bawah Bendera Revolusi I”, hlm. 107). (hs).
foto by: gahetna.nl
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS