PONOROGO – Baru-baru ini Ponorogo dihebohkan dengan angka pernikahan dini yang jumlahnya mencapai ratusan. Hal tersebut berdasarkan pengajuan dispensasi kawin ke Pengadilan Agama di sepanjang tahun 2022, sebanyak 191 permohononan.
Bupati Ponorogo, Sugiri Sancoko, sempat gelisah lantaran kabupaten yang dipimpinnya itu menjadi sorotan. Meskipun Kabupaten Ponorogo menempati urutan ke-28 se Jawa Timur, Pemkab Ponorogo tetap menjadikan kasus tersebut sebagai perhatian serius.
Langkah awal yang dilakukan Bupati Sugiri adalah menggelar rapat koordinasi (rakor) lintas sektor. Di antaranya, Pengadilan Agama (PA), Kementerian Agama, Dinas Pendidikan, Dinas Sosial dan PPPA, Badan Pengendalian Penduduk dan KB, MUI, PCNU, PDM, Aisyah, Muslimat, Kodim, Polres, Kejaksaan, serta seluruh camat di Kabupaten Ponorogo, Senin (16/1/2023).
“Ini memang bukan prestasi yang patut dibanggakan, akan tetapi jika dibanding kabupaten lain Ponorogo itu angkanya rendah. Namun tetap akan menjadi perhatian serius pemerintah,” ujar Bupati Sugiri, usai rakor di Aula Bappeda Ponorogo.
“Predikat Ponorogo sebagai Kota Santri membuat persoalan seperti ini kelihatan lebih jelas. Seperti kotoran di atas permukaan lantai yang bersih,’’ lanjutnya.
Wakabid Pemenangan Pemilu DPC PDI Perjuangan Ponorogo itu menuturkan, sesuai catatan Pengadilan Tinggi Agama Surabaya angka tersebut masih jauh di bawah PA kabupaten lain yang jumlahnya lebih tinggi. Seperti Kabupaten Malang sejumlah 1.434 sepanjang 2022, Jember pada angka 1.357 dan sejumlah daerah lainnya dengan urutan lebih atas dari Ponorogo.
Detail data 191 permohonan dispensasi kawin yang muncul diulas rinci. Sebanyak 176 putusan dispensasi kawin sudah masuk ke Kantor Urusan Agama (KUA) di bawah naungan Kemenag Ponorogo. Dari jumlah 176 perkara itu, alasan permohonan tidak semuanya karena hamil di luar nikah.
“Ada varian baru yang sekarang jadi tren anak muda. Mereka menikah siri terlebih dahulu, dan baru mendaftar kawin saat sudah memiliki anak atau hamil. Itu yang tadi disampaikan Pak Ketua MUI,” tuturnya.
Selain faktor insiden, permohonan dispensasi kawin juga disebabkan karena faktor orang tua, ekonomi, dan kurangnya pendidikan. Dari 176 perkara yang dikabulkan permohonan paling tinggi berasal dari daerah pinggiran, seperti Sawoo dan Ngrayun.
“Karena itu, mari bersama-sama mencari akar masalah tersebut. Sehingga ke depan bisa tersolusikan dengan baik. Kami butuh masukan serta dukungan dari seluruh elemen masyarakat, karena masalah ini tidak bisa jika tidak diselesaikan bersama-sama,” tandasnya. (jrs/set)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS