YOGYAKARTA – Sekjend DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto punya cara khusus untuk memeringati 70 tahun Indonesia Merdeka. Hasto menggelar acara wayang kulit semalam suntuk dengan dalang Ki Anom Suroyo yang membawakan lakon Wahyu Makutharama, Sabtu (15/8/2015).
Wahyu Makutarama, jelas Hasto, sebenarnya adalah bentuk khusus dari wahyu kepemimpinan kenegaraan. Menurut legenda, kerajaan yang rajanya menerima wahyu Makutarama akan menjadi negara yang adil dan makmur, gemah ripah loh jinawi, rakyatnya tidak menderita kekurangan apapun dan negerinya memperoleh perlindungan dari Yang Maha Kuasa.
Menurut Hasto, lakon ini sengaja dipilih karena tepat dengan momen suksesi kepemimpinan di Indonesia. Setelah berhasil mengawal kadernya, yakni Joko Widodo menjadi Presiden RI, ujarnya, saatnya PDI Perjuangan mendukung kebijakannya dengan total.
“Salah satu yang harus kita perjuangkan adalah dengan memenangkan kader-kader terbaik partai yang maju dalam pilkada. Setelah 70 tahun Indonesia merdeka, dengan sosok Jokowi kami percaya bahwa cita-cita Bung Karno bisa terwujud,” kata Hasto.
Dia menggelar kesenian khas Jawa itu di kampung halaman, Dukuh Gading, Desa Sinduharjo, Kecamatan Nganglik, Kabupaten Sleman,Yogyakarta. Menempati area halaman rumah orang tuanya, Hasto mengundang kolega, para guru sekolahnya, dan warga sekitar.
Tampak hadir di antara undangan, Mendagri Tjahjo Kumolo, Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Timur Kusnadi, Ketua DPP PDI Perjuangan Idham Samawi, Ketua DPD Jateng Bambang Wuriyanto, dan senior partai Heri Ahmadi. Hadir pula beberapa kepala daerah dan calon kepala daerah di sekitar Jateng dan Jatim.
Selain para tokoh partai, hadir di pagelaran itu pula adalah para guru Hasto selama sekolah. “Kebetulan tahun ini saya mendapat amanat kepercayaan untuk menjadi sekjend PDI Perjuangan. Jadi saya ingin mengucapkan terimakasih secara khusus pada guru-guru saya sejak sekolah sampai di kampus yang telah memberi bekal ilmu kepada saya,” ucapnya.
Warga kampung juga turut memeriahkan acara yang menyajikan kuliner khas kampung seperti Meniran sayur lombok tempe kegemaran Hasto itu.
“Saya dididik oleh guru-guru saya dan warga kampung ini tentang menjaga kearifan budaya. Di kampung ini saya belajar spiritual Jawa dan ilmu bersahabat dengan alam. Misalnya saya belajar bagaimana mengundang angin, nah itu diajarkan oleh warga kampung ini. Maka selayaknya saya berterimakasih pada semua warga yang telah memberikan sumbangsih membangun karakter dan kepribadian saya hingga bisa menjadi pemimpin seperti sekarang,” pungkas dia. (sa)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS