NGAWI – Di Kabupaten Ngawi banyak terdapat industri pembuatan tahu dan tempe. Baik skala kecil hingga sebesar pabrik pengolahan. Para produsen tersebar dari ujung timur hingga barat. Saking banyaknya, keripik tempe menjadi salah satu oleh-oleh yang khas jika berkunjung ke Ngawi.
Banyaknya industri di bidang tersebut, menjadikan kedelai sebagai komoditas yang banyak dibutuhkan masyarakat. Saat harga kedelai impor melonjak, para pelaku usaha pengolahan tahu dan tempe yang mayoritas skala UMKM begitu terasa dampaknya.
Wakil Bupati Ngawi, Dwi Rianto Jatmiko mengungkapkan, dalam satu tahun kebutuhan akan kedelai sebagai bahan baku pembuatan tahu dan tempe hampir dua ribu ton. Sementara untuk produksi kedelai lokal, belum mampu mencukupi kebutuhan itu.
“Dalam satu tahun kebutuhan kedelai mencapai 1.800 ton, produksi petani kita hanya 900 ton dalam setahun. Jadi kita memang masih membutuhkan suplai kedelai,” katanya, Sabtu (12/3/2022).
Untuk mencukupi kekurangan pasokan kedelai tersebut, pria yang juga Ketua DPC Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Kabupaten Ngawi itu berupaya untuk menggerakkan para petani untuk memulai bertanam kedelai.
“Melalui LMDH, kita akan menggerakkan petani pinggir hutan, untuk mulai menanam kedelai,” ucapnya.
Di samping itu, pemerintah Kabupaten Ngawi dalam upaya meningkatkan produktivitas pertanian kedelai tersebut juga akan berperan dengan menyediakan bibit kedelai. Selain itu juga kebutuhan pendamping dalam rangka mengalihkan pola tanam petani pinggir hutan ke komoditas kedelai yang banyak dibutuhkan.
“Kita akan menggerakkan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) untuk melakukan pendampingan terhadap para petani, dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan kedelai di Kabupaten Ngawi,” jelas Wabup Antok. (mmf/hs)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS