SURABAYA – Menjamurnya pertokoan modern di beberapa kawasan Kota Pahlawan yang mengancam kelangsungan hidup pedagang kecil, ternyata didukung kemudahan dalam pemberian izin oleh Pemkot Surabaya. Peraturan daerah (Perda) yang membatasi pendiriannya, tidak dipakai.
“Bagaimana tidak menjamur, lha ngurus izinnya begitu mudah. Pemkot obral izin, ya tentu saja pengusahanya berlomba-lomba,” ujar Baktiono, anggota Komisi B DPRD Surabaya kepada wartawan, usai dengar pendapat dengan instansi terkait, Dinas Perekonomian, Lingkungan Hidup (LH), dan Disperindag, membahas keberadaan pasar di luar pengelolaan PD Pasar Surya, Jumat (6/2/2015) lalu.
Dikatakan, izin yang diberikan Pemkot Surabaya memberi ruang kemudahan pendirian toko modern. Tanpa harus melewati studi kelayakan, amdal lalin, undang-undang gangguan (HO), yang tertuang di perda, pemilik pertokoan modern dengan mudah mengantongi izin pendirian.
“Kalau semua persyaratan diberlakukan, tidak mungkin ada pendirian toko modern hanya berjarak puluhan meter, bahkan ada yang hampir berhadap-hadapan. Padahal kalau menurut perda minimal jarak antara satu toko dengan toko modern lainnya adalah 200 meter,” kata politisi PDI Perjuangan itu.
Dari obral izin ini, papar Baktiono, dampak negatifnya sangat besar bagi pertumbuhan perekonomian masyarakat kecil yang bergerak di sektor perdagangan. Keberadaan toko modern saat ini, tambah dia, mematikan toko pracangan yang ada di lingkungan perkampungan.
Masyarakat yang tadinya biasa berbelanja di toko pracangan yang ada di sekitarnya, beralih ke toko modern. Hal ini terjadi karena toko modern menyediakan fasilitas lebih, ber-AC, ruangan belanja yang nyaman serta barangnya lebih lengkap.
“Kedepan akan kita tertibkan ini dengan perda yang baru nanti. Semangatnya, jangan sampai ada lagi yang dirugikan. Sehingga sama-sama jalan, baik toko modern maupun pracangan,” ujar Baktiono.
Selain menyoroti keberadaan pasar modern, dia juga mengritisi sikap Pemkot Surabaya yang tidak konsisten dengan aturan yang dibuat dalam pendirian pasar di luar yang dikelola PD Pasar Surya. Menurutnya ada beberapa pasar yang dibangun pemkot di lahan yang melanggar studi kelayakan. Antara lain, Pasar Bulak, Pasar PKL Ampel dan Pasar Jambangan.
Di kawasan Ampel, jelasnya, Pemkot membangun pasar di atas sungai Pegirian dengan menutup badan sungai tersebut. Bila poyek tersebut direncanakan dengan melewati studi kelayakan, tentu tidak akan terjadi.
Dari sisi lingkungan saja, sebut Baktiono, sudah tidak masuk, yakni sungai dialihfungsikan tempat berjualan. Belum lagi kajian ekonomi, di sekitar kawasan Ampel, banyak pasar atau pertokoan sehingga dari sisi persaingan sangat sulit berkembang bagi pasar baru.
“Kalau ada masyarakat yang berjualan di bibir sungai saja diobrak-abrik, lha kok Pemkot malah menutup sungai untuk lahan berdagang. Kan tidak konsisten namanya, memangnya aturan dibuat hanya untuk masyarakat,” ucapnya.
Sampai saat ini, imbuh Baktiono, pasar tersebut tidak kunjung difungsikan, dan tidak ada yang mau berjualan. “Itulah kalau tidak menggunakan kajian ekonomi. Di sana-sini banyak toko kok buat pasar,” tuturnya. (pri/*)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS