SURABAYA – Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jawa Timur, Wara Sundari Renny Pramana, mengingatkan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jatim meningkatkan kewaspadaan menghadapi potensi bencana hidrometeorologi menjelang Natal dan Tahun Baru 2026 (Nataru).
Renny menegaskan, mitigasi tidak boleh hanya bersifat seremonial, tapi harus sampai pada penguatan kesiapsiagaan masyarakat di tataran paling bawah.
Dia menyoroti khusus wilayah selatan Jawa Timur yang memiliki karakter geografis terdiri dari pegunungan dan kawasan hutan lebat.
Baca juga: Said Abdullah: Pemerintah Bisa Gunakan Dana on Call Rp 4 T untuk Penanganan Bencana Sumatera
Kondisi tersebut membuat daerah-daerah seperti Pacitan, Trenggalek, Blitar, Lumajang, Malang Selatan, hingga Banyuwangi rentan menghadapi bencana seperti longsor, banjir bandang, dan cuaca ekstrem.
“Saya minta BPBD Jatim memasifkan sosialisasi kebencanaan agar masyarakat benar-benar memahami langkah darurat ketika bencana terjadi,” kata Renny di Surabaya, Rabu (3/12/2025)
Selain penguatan sosialisasi, anggota Komisi E DPRD Jatim ini juga menekankan perlunya pemerintah provinsi meningkatkan pengawasan di kawasan hutan untuk mencegah praktik pembalakan liar.
Pasalnya, kerusakan hutan menjadi faktor utama yang memperparah risiko bencana, terutama longsor dan banjir bandang yang kerap terjadi di musim hujan.
“Saya jug minta agar patroli hutan ditingkatkan dan penegakan hukum berjalan tegas terhadap pelaku perusakan lingkungan,” tegasnya.
Dalam menyikapi anomali cuaca yang terjadi saat ini termasuk ancaman bencana, dia juga minta BPBD Jatim bergerak cepat memperkuat sistem peringatan dini, memastikan kesiapan peralatan, memperbarui pemetaan titik rawan, serta memaksimalkan koordinasi dengan pemerintah kabupaten/kota.
Bendahara DPD PDIP Jatim ini menekankan bahwa kesiapsiagaan harus dilakukan menyeluruh, mulai dari pemerintah hingga masyarakat yang tinggal di kawasan rawan bencana.
Renny menyebutkan, mitigasi bencana bukan hanya tugas BPBD, tapi juga seluruh perangkat daerah dan masyarakat. Menurutnya, semakin kuat kesiapsiagaan sejak dini, semakin kecil risiko korban jiwa dan kerugian material yang mungkin terjadi.
“Pemerintah harus hadir, waspada, dan bertindak proaktif. Kita tidak boleh lengah, karena keselamatan masyarakat adalah prioritas utama,” pungkas legsilator dari daerah pemilihan (Dapil) Kediri Raya ini.
Sementara itu laporan terbaru Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengenai kondisi cuaca terkini, menyebutkan bahwa menjelang akhir tahun tren kejadian hujan ekstrem dan angin kencang terus meningkat.
Kepala BMKG, Teuku Faisal Fathani dalam keterangan persnya menjelaskan bahwa Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur menjadi tiga wilayah dengan frekuensi tertinggi kejadian cuaca ekstrem sehingga membutuhkan kesiapsiagaan lebih kuat.
“Kita juga mencatat adanya beberapa fenomena atmosfer yang memperkuat potensi cuaca ekstrem, antara lain aktifnya Monsoon Asia, anomali Madden Julian Oscillation (MJO), gelombang Kelvin, gelombang Rossby Equator, hingga seruak dingin Siberia,” ujarnya.
Selain itu, potensi tumbuhnya bibit siklon tropis di selatan Indonesia kata Faisal juga perlu diwaspadai, mengingat anomali cuaca dapat mengubah pola pembentukan siklon seperti kasus Siklon Senyar yang menimbulkan kerusakan besar di Aceh beberapa waktu lalu.
Potensi hujan tinggi hingga sangat tinggi juga diprediksi terjadi pada 28 Desember hingga 10 Januari. Wilayah terdampak meliputi seluruh Pulau Jawa, Bali, NTB, NTT, sebagian Sulawesi Selatan, hingga Papua Selatan.
Curah hujan berkisar di angka 300–500 mm per bulan, yang dapat memicu banjir, longsor, hingga terganggunya akses transportasi.
“Dari pantauan kami juga ada potensi banjir rob di pesisir utara Jawa akibat fase perigee dan bulan purnama pada pertengahan Desember,” ungkap Faisal. (yols/pr)