JAKARTA – Ketua Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Said Abdullah mengingatkan pemerintah agar tidak gegabah dalam mewujudkan rencana redenominasi rupiah.
Said mengatakan, kebijakan penghapusan tiga nol pada nominal uang ini berpotensi menimbulkan risiko inflasi jika dilakukan tanpa persiapan matang.
“Kalau semua aspek belum siap, jangan coba-coba lakukan redenominasi. Jangan dikira seakan-akan hanya menghilangkan tiga nol di belakang tanpa menimbulkan dampak inflasioner. Dampak inflasinya bisa luar biasa kalau aspek teknis tidak siap,” tegas Said Abdullah di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, dikutip Rabu (12/11/2025).
Menurutnya, redenominasi hanya bisa dijalankan apabila sejumlah prasyarat terpenuhi, antara lain stabilitas ekonomi, kondisi sosial-politik yang kondusif, serta kesiapan teknis pemerintah. Tanpa itu, masyarakat bisa menanggung beban akibat gejolak harga.
“Redenominasi itu menurut saya memerlukan prasyarat, yang pertama pastikan kestabilan pertumbuhan ekonomi kita, juga aspek sosial dan politiknya,” tuturnya.
Ketua DPP PDI Perjuangan ini menjelaskan, rencana redenominasi saat ini belum masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025-2026. Pemerintah, kata dia, baru berencana membahasnya pada 2027.
“Kalau dalam jangka panjang mungkin masuk di DPR, tetapi untuk 2025-2026 belum ada. Pemerintah pun sudah merevisi pernyataannya bahwa ini baru akan dilakukan pada 2027,” ujarnya.
Dia juga menyoroti potensi terjadinya permainan harga apabila transisi redenominasi tidak diawasi ketat.
“Itulah yang kami khawatirkan. Kalau harga Rp 280 dibulatkan menjadi Rp 300, maka dampak inflasioner akan terjadi dan itu yang paling mengganggu pikiran kami di Banggar DPR,” pungkas Said. (goek)