MOJOKERTO – Kasus dugaan korupsi dana Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) yang menyeret 27 Puskesmas di Kabupaten Mojokerto menuai sorotan tajam dari DPRD setempat.
Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Mojokerto, Elia Joko Sambodo, minta aparat penegak hukum (APH) mengusut tuntas dugaan kasus tersebut tanpa tebang pilih.
“Saya berharap proses hukum terkait dugaan korupsi BLUD yang melibatkan 27 Puskesmas di Kabupaten Mojokerto harus bisa tuntas. Tapi tentu, semua tuduhan harus berdasar pada bukti kuat, bukan karena suka atau tidak suka,” kata Joko, Kamis (10/7/2025).
Menurut politisi PDI Perjuangan tersebut, penyalahgunaan anggaran di sektor kesehatan adalah pelanggaran serius karena menyangkut hak dasar masyarakat.
“Kesehatan adalah kebutuhan pokok yang dijamin negara lewat BPJS. Kalau ada penyimpangan dalam pengelolaannya, itu sangat memprihatinkan,” ujarnya.
Komisi II DPRD Kabupaten Mojokerto berencana memanggil Kepala Dinas Kesehatan dalam waktu dekat untuk melakukan rapat dengar pendapat (RDP) guna menggali data dan mencegah kasus serupa terulang.
“Kita segera panggil Kadinkes untuk mengetahui pelanggaran apa saja yang terjadi. Dalam waktu dekat, Komisi II akan menggelar RDP dengan Dinas Kesehatan,” ungkapnya.
Untuk diketahui, dugaan korupsi BLUD ini menyeret Yuki Firmanto (40), seorang pihak swasta yang disebut sebagai koordinator rekanan Dinas Kesehatan dan Puskesmas di Mojokerto.
Dia ditahan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Mojokerto usai memenuhi panggilan ketiga, setelah sebelumnya dua kali mangkir.
“Begitu hadir, tersangka langsung kami limpahkan ke Kejati Jatim bersama barang bukti untuk tahap II,” ungkap Kepala Kejari Mojokerto, Endang Tirtana kepada wartawan, Rabu (9/7/2025).
Penahanan terhadap Yuki dilakukan selama 20 hari untuk mempercepat proses penyidikan sebelum berkas dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Surabaya.
Tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001.
Yuki diduga memalsukan dokumen dan memaksa 27 Puskesmas menggunakan jasanya sebagai konsultan dalam pengelolaan dana BLUD. Dia bahkan menunjuk 20 orang timnya sebagai konsultan di semua Puskesmas tersebut.
Saat itu, Puskesmas baru saja bertransformasi menjadi BLUD. YF dan timnya diduga memanfaatkan momen itu untuk memasukkan diri sebagai konsultan.
Modus yang dilakukan meliputi pemalsuan dokumen jasa layanan kesehatan dan kontrak kerja, yang merugikan negara hingga Rp5 miliar dari total anggaran Rp5,2 miliar pada tahun anggaran 2021–2022.
Penghitungan kerugian negara dilakukan oleh tim Kejari dan BPKP Jawa Timur, yang turut membuktikan adanya praktik manipulatif dalam penggunaan dana publik. (fath/pr)