JAKARTA – Politisi PDI Perjuangan Eva Kusuma Sundari mengatakan, kemajuan perempuan Indonesia sering berhubungan linier dengan kualitas demokrasi, bukan yang prosedural. Jika demokrasi membaik maka status perempuan seharusnya membaik.
Menurut Eva, hal itu tidak otomatis, karena perempuan harus aktif memastikan mendapat manfaat dari peluang membaiknya demokrasi.
“Saat reformasi dimulai, para perempuan sendiri yang aktif berjuang untuk UU KDRT, UU Pemilu, karena tahu keadilan bukan hadiah kaum Laki,” kata Eva Kusuma Sundari, sebagaimana siaran pers menyambut Hari Perempuan Internasional yang jatuh pada 8 Maret 2016.
Saat ini, lanjut anggota Komisi XI DPR ini, ketika di Indonesia intoleransi memburuk maka kepentingan praktis dan strategis perempuan terkena imbasnya. Menguatnya fundamentalisme dan radikalisme oleh aparat dan birokrasi seperti bupati, walikota, polisi bahkan tentara tentu jadi ancaman.
Kelompok intolerans ini, sebut Eva, menolak demokrasi dan cara-cara yang demokratis dan bahkan menghalalkan penggunaan cara kekerasan dalam memenangkan kepentingan.
“Setelah menyebar kebencian dan mobilisasi masa maka tidak segan mereka membakar, memukul dan bahkan mengusir kelompok minoritas dari tanah dan harta mereka,” tegasnya.
Dia meyakini, pemerintah pusat yang presidennya pro perempuan pun akan kesulitan karena sabotase daerah untuk promosi kesetaraan gender. Saat ini ancaman bagi perempuan dan anak adalah pembangkangan birokrasi dan aparat daerah akibat menguatnya intoleransi.
Menurutnya, perlu sosialisasi empat pilar oleh pemerintah di kalangan pemerintah sendiri karena aparatur birokrasi sudah menjadi provokator penyerangan terhadap kelompok minoritas.
“Kelompok intoleran sudah berhasil membajak pimpinan daerah, birokrasi, aparat keamanan untuk memimpin tindakan outlaw, di luar hukum,” terangnya.
Tak hanya pemerintah, kata Eva, pun demikian dengan parpol harus menyelenggarakan pendidikan politik internal soal kewarganegaraan dan melembagakannya ke dalam sistem rekruitmen, pembinaan, karir dan lainnya. Hal ini supaya politisi kuat iman terhadap empat pilar.
Dia menegaskan, politisi yang memimpin pemerintahan harus kuat iman terhadap hasutan kelompok intoleran menarget pemusnahan kelompok minoritas yang rentan yang harusnya mereka lindungi sesuai perintah konstitusi.
Sebaliknya, para politisi dan aktivis perempuan, jangan menambah rumit keadaan. “Kita harus ikhlas dan efektif berjuang, jangan ada lagi politisi perempuan memperjuangkan agendanya patriarchy, kampanye ketidaksetaraan gender, menolak perempuan jadi pemimpin, promosi domestikasi perempuan,” ucap Eva.
“Jangan ada perempuan menolak demokrasi, pro khilafah, karena demokrasi merupakan necessary conditions bagi kesetaraan gender,” pungkasnya. (goek/*)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS