JAKARTA – Charta Politika merilis survei peta elektoral pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan pendaftaran capres-cawapres 2024. Hasilnya, elektabilitas pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD menguat.
Sementara, pasangan Prabowo-Gibran anjlok. Begitu juga dengan pasangan Anies-Muhaimin.
Direktur Eksekusi Charta Politika Yunarto Wijaya dalam paparannya secara daring, Senin (6/11/2023) mengungkapkan, hasil survei dalam simulasi 3 nama itu, elektabilitas Ganjar-Mahfud MD 36,8 persen, Prabowo-Gibran 34,7 persen dan Anies-Muhaimin 24,3 persen.
“Dalam simulasi berpasangan, Ganjar Pranowo-Mahfud MD menjadi pilihan tertinggi di angka 36,8 persen, diikuti Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka 34,7 persen dan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, 24,3 persen,” kata Yunarto Wijaya.
Peningkatan juga terjadi pada Ganjar Pranowo dari simulasi 3 nama pasangan di periode kali ini.
Dibandingkan dengan survei pada periode 13-17 Oktober 2023, pemilih Ganjar-Mahfud mengalami peningkatan dari 34,8 persen menjadi 36,8 persen di survei 26-31 Oktober 2023.
Yunarto menilai, peningkatan elektabilitas Ganjar Pranowo dipengaruhi dari kondisi politik terkini. Yakni pencalonan Gibran dan keputusan MK terkait batas umur capres-cawapres yang dianggap menyalahi penyalahgunaan wewenang.
“Dari jumlah tersebut, 49.9 persen responden setuju bahwa hal tersebut merupakan penyalahgunaan wewenang untuk memudahkan putra Presiden Jokowi menjadi calon wakil presiden,” sebutnya.
Kemudian, publik menilai Presiden Jokowi turut campur dalam keputusan MK terkait batasan usia calon wakil presiden. Sebab, selama ini diketahui publik ada hubungan kekeluargaan, di mana Gibran merupakan keponakan dari Ketua MK Anwar Usman.
Hal tersebut, kata dia, semakin menegaskan opini terhadap politik dinasti yang dilakukan keluarga Jokowi dalam memuluskan Gibran sebagai cawapres.
Mayoritas masyarakat menolak akan putusan politik dinasti tersebut. “Sebanyak 59.3 persen responden menyatakan tidak setuju dengan praktik politik dinasti,” bebernya.
Gibran dinilai publik tidak pantas menjadi cawapres karena masih terlalu muda dan belum memiliki pengalaman menjadi pejabat publik.
Terkait metodologi survei, diterangkan bahwa jumlah sampel sebanyak 2.400 responden yang tersebar di seluruh Indonesia dengan rentan usia 17 tahun ke atas atau sudah memenuhi syarat pemilih.
Survei dilakukan dengan metode wawancara tatap muka, dengan menggunakan metode sampling multistage random sampling dengan toleransi kesalahan (margin of error) 2 sampel dan quality control 20 persen dari total sampel. (goek)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS