“JIKA saudara-saudara sekadar mewarisi abu, saudara akan puas dengan, ‘Yah, Indonesia sekarang sudah satu bahasa, sudah satu bangsa, sudah satu Tanah Air,” kata Presiden Sukarno, dalam pidatonya pada peringatan Sumpah Pemuda di Istana Olahraga Gelora Bung Karno, 28 Oktober 1963.
“Saudara-saudara akan puas dan mengatakan bahwa perjuangan sudah selesai, sebab apa yang disumpahkan oleh Sumpah Pemuda tahun 1928 sudah tercapai,” imbuh Sang Proklamator.
Menurut Bung Karno, Sumpah Pemuda bukan hanya ikrar belaka. Melainkan sebuah warisan semangat revolusi yang mengandung nilai luhur demi keberlangsungan kemerdekaan yang harus dimiliki oleh anak muda lintas zaman.
“Warisi apinya, jangan abunya,” kata Sukarno.
Maka tugas selanjutnya, kata Sukarno, bagi para pemuda adalah menyumbangkan karyanya untuk keadilan dan kemakmuran Indonesia.
“Sumbangken, sumbangken, sumbangken segalamu kepada revolusi Indonesia ini!”.
Ihwal persatuan yang menjadi ruh Sumpah Pemuda juga disampaikan Ketua Perhimpoenan Peladjar-peladjar Indonesia (PPPI) Soegondo Djojopuspito dalam pembukaan kongres Sumpah Pemuda du Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB), Lapangan Banteng, 27 Oktober 1928.
“Perceraiberaian itu wajiblah diperangi, agar kita bisa Bersatu,” katanya seperti dikutip dari museumsumpahpemuda.kemdikbud.go.id.
Kongres hingga tanggal 28 Oktober 1928 berhasil merumuskan teks Sumpah Pemuda sebagai berikut:
“Kami Putra dan Putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia.”
“Kami Putra dan Putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.”
“Kami Putra dan Putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.” (ftr/hs)
Artikel ditulis oleh Fathir dalam program magang jurnalistik kehumasan di Unit Media DPD PDI Perjuangan Jatim.
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS