PONOROGO – Di masyarakat Muslim Jawa khususnya, kupatan pasca Lebaran Idul Fitri sudah mentradisi. Lebaran ketupat ini biasanya dirayakan 7 hari setelah Lebaran Idul Fitri.
Perayaan Lebaran Ketupat ini dilakukan masyarakat muslim Jawa dengan membuat ketupat, yaitu jenis makanan yang dibuat dari beras yang dimasukkan ke dalam anyaman daun kelapa (janur) yang dibuat berbentuk kantong, kemudian dimasak.
Ketupat tersebut diantarkan ke kerabat terdekat dan kepada mereka yang lebih tua dan para tetangga, sebagai bentuk silaturrahmi dan simbol kebersamaan dan lambang kasih sayang.
Adalah Wakil Bendahara DPC PDI Perjuangan Ponorogo, Hj Sri Soeharti, yang juga melestarikan budaya turun temurun ini.
Ibu dua anak yang hobi memasak ini rutin merayakan Lebaran Ketupat (Bada Kupat) pada hari ke 7 Syawal. Tradisi ini sudah dilakukan keluarganya sejak dulu dan resep menu ketupan keluarganya juga dipertahankan.

“Kalau setelah Lebaran satu minggu selalu bikin ketupat. Tapi kalau lagi malas masak ya pesen aja sate ayam,” kata Sri Soeharti, Sabtu (22/5/2021).
Biasanya, dia membuat ketupat dengan membeli kelontongannya di pasar atau pesan di tetangganya.
Menurutnya, ketupat dengan bungkus janur itu paling enak disantap dengan sayur lodeh tempe atau lodeh labu siam, opor ayam atau sambal goreng ati ampela, serta ditambah bubuk kedelai.
Di Lebaran Ketupat kali ini, puluhan ketupat dia masak bersama anak dan keponakannya di Desa Pondok, Babadan, Ponorogo.
Ketupat yang dibuatnya, selain dinikmati keluarga sendiri, juga dibagikan ke tetangga, dan membawanya ke masjid/mushola untuk dikendurikan.
Karena menurutnya, tujuan di dalam kenduri ketupat, jamaah masjid akan saling memaafkan yang kemudian diakhiri dengan menyantap ketupat bersama. (jrs/pr)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS