SURABAYA – PDI Perjuangan minta KPU/Panwaslu Surabaya tidak menggunakan mekanisme pemungutan suara terbanyak (voting) dalam pengambilan keputusan rapat pleno penentuan status memenuhi syarat (MS)/tidak memenuhi syarat (TMS) pasangan calon (paslon) Pilkada Surabaya.
“Hasil verifikasi faktual yang telah dituangkan dalam berita acara verifikasi adalah fakta hukum yang maknanya tidak boleh diintepretasikan, selain yang tertuang dalam berita acara hasil verifikasi tersebut,” kata Didik Prasetiyono, juru bicara tim pemenangan Tri Rismaharini-Whisnu Sakti Buana, Sabtu (29/8/2015).
Dia mencontohkan, yang menyatakan paslon sehat adalah tim dokter rumah sakit yang ditunjuk untuk tes kesehatan. Fakta hukum bahwa paslon sehat itu, kata Didik, tidak boleh kemudian divoting oleh persepsi rapat pleno KPU maupun panwaslu.
“Demikian juga untuk hasil verifikasi faktual ijazah maupun surat rekomendasi DPP, hasil berita acara adalah fakta hukum yang bermakna tunggal. Tinggal KPU bertindak mengumumkan hasil verifikasi tersebut memenuhi syarat atau tidak memenuhi syarat,” ujarnya.
Oleh karena itu, pihaknya minta komisioner KPU maupun panwaslu untuk tidak mengintepretasikan ulang hasil verifikasi faktual. “PDI Perjuangan mendesak KPU untuk terbebas dari tekanan opini, dan setiap komisioner tidak mencampuradukkan antara fakta dengan pendapat pribadi,” tegas Didik.
Sikap ini dikeluarkan sehubungan dengan beredar kabar akan adanya voting terhadap hasil verifikasi faktual dalam rapat pleno KPU dan panwaslu. Hasil verifikasi itu bakal diumumkan Minggu (30/8/2015). (goek)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS