BANGKALAN – Calon presiden Joko Widodo atau Jokowimenerima sorban dari kyai sepuh Bangkalan, Muhammad Faisol Anwar, di GedungSerbaguna Rato Ebuh, Bangkalan, Madura, Jawa Timur, Rabu (19/12/2018). Sorbanitu disematkan di leher Jokowi usai pembacaan deklarasi dukungan para ulamaMadura untuk Jokowi – Ma’ruf.
Acara penyematan sorban tersebut dihadiri putri kedua Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, Yenny Wahid. Ulama Bangkalan yang juga Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Bangkalan, Abdul Muhaimin Makki, membacakan deklarasi dukungan para ulama untuk Jokowi – Ma’ruf.
“Kami ulama Madura bersama konsorsium kader Gus Dur menyatakan dukungan sepenuhnya kepada pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01, Bapak Insiyur Haji Jokowi dan Prof Dr. KH. Maruf Amin,” kata Muhaimin Makki.
Adapun pertimbangan para ulama memberikan dukungan kepada pasangan Jokowi – Ma’ruf, di antaranya:
1. Kepemimpinan nasional harus memegang teguh konsep persatuan dalam konsep NKRI dan terbebas ideologi pemecah belah.
2. Konsep persatuan dan kesatuan ini telah dirumuskan oleh para pendiri bangsa sebagai fungsi nasionalis-religius, religus-nasionalis.
3. Sudah lahirnya pasangan calon presiden dan wakil presiden kompeten dari kalangan nasionalis berprestasi dan ulama-ekonom terkemuka.
Dalam pidatonya, Joko Widodo di antaranya mengklarifikasi tudingan bahwa dirinya mengkriminalisasi ulama. “Ini juga perlu saya jelaskan, jangan sampai karena ada kasus hukum terus yang disampaikan kriminalisasi ulama. Jangan seperti itu,” kata Jokowi.
Jokowi mencontohkan, ulama yang memukuli orang adalah urusannya dengan kepolisian, bukan dengan dirinya sebagai presiden. Polisi, kata dia, pasti bertindak jika ada kasus pidana, seperti memukuli orang hingga berdarah-darah.
Jokowi mengatakan, jika seorang ulama tidak memilikikasus hukum, tapi tiba-tiba dipermasalahkan, itu namanya kriminalisasi.
Jika hal seperti itu terjadi, Jokowi memastikan akan turun tangan. “Itu ngomong ke saya. Saya urus pasti. Tapi kalau ada kasus hukum, kita sulit,” ujarnya.
Di hadapan para ulama Madura itu, Jokowi pun menepis berbagai isu yang kerap menerpa dirinya termasuk soal anti-ulama. Jokowi dalam kunjungannya ke Jawa Timur dalam waktu sehari saja, misalnya, berkeliling keluar masuk pondok pesantren di wilayah Jombang.
Dia bersilaturahim dengan pimpinan, pengasuh, dan santri di Pesantren Darul ‘Ulum, Pesantren Tebuireng, Pesantren Denanyar, dan Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas. “Dan yang menerbitkan Keppres Hari Santri tanggal 22 Oktober itu siapa?” tanya Presiden.
Menurut dia, jika dirinya anti-ulama, maka tidak mungkin ia akan dengan gampang menandatangani Keppres tersebut. “Lho kalau kita antiulama enggak mungkin ada Hari Santri,” katanya.
Dalam hal memilih calon wakil presiden untuk Pilpres 2019, Jokowi bersama timnya juga memilih sosok dari kalangan ulama.
“Dan juga wakil presiden. Kita milih saja wakil presiden KH Prof Ma’ruf Amin. Beliau Ketua MUI. Beliau juga Rais Aam di NU. Lah kok dibalik-balik. Ini kan dibalik-balik namanya. Kalau enggak saya jawab, dibolak-balik lagi,” katanya.
Di depan ulama, Jokowi juga menjelaskan mengapa tarif tol Jembatan Suramadu digratiskan.
Menurutnya, pemerintah berharap pertumbuhan ekonomi masyarakat Madura meningkat karena tidak ada tarif lagi ketika melewati Jembatan Suramadu. Apalagi, itu satu-satunya jembatan yang bisa diakses untuk perjalanan darat dari Jawa-Madura. “Kenapa dibebaskan? Karena dari Pulau Jawa ke Madura ya aksesnya Jembatan Suramadu. Tak ada yang lain. Kalau lewat saja bayar, ini kan pengembangan ekonomi di Madura di depannya. Inilah, agar manfaat ini dimanfaatkan dengan baik,” jelas Jokowi. (goek)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS