JAKARTA – Pasca pelaksanaan Pilkada Serentak 2018, elektabilitas Presiden Joko Widodo trennya menaik. Hal itu terungkap darj hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI).
Dalam survei yang dilakukan terhadap 1.200 responden pada periode 28 Juni-5 Juli 2018 itu, LSI menanyakan kepada responden, jika Pilpres 2019 dilakukan sekarang, siapa kandidat yang akan dipilih di antara nama-nama yang disajikan.
Dari pertanyaan itu, tren kenaikan elektabilitas Jokowi menjadi salah satu temuan survei. Peneliti LSI Denny JA, Adjie Alfaraby menyebutkan, posisi saat ini elektabilitas Jokowi di angka 49,30 persen.
“Dibanding survei bulan Mei yang saat itu posisinya 46 persen, ada kenaikan 3,3 persen. Sehingga memang kita bisa lihat ada tren kenaikan petahana pascapilkada 2018,” ujar Adjie dalam rilis survei Pasangan Capres dan Cawapres Pascapilkada di kantor LSI Denny JA, Jakarta, Selasa (10/7/2018).
Di sisi lain, Adjie juga menjelaskan elektabilitas lawan cenderung stagnan jika melihat hasil survei bulan Mei dan Juli ini.
Pada survei Mei lalu, elektabilitas total dari gabungan nama-nama lawan Jokowi sebesar 44,7 persen. Pada survei Juli, elektabilitas lawan-lawan Jokowi berada di angka 45,2 persen.
Sementara itu, terkait dukungan Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) TGB Zainul Majdi kepada Presiden Joko Widodo pada Pilpres 2019, Mendagri Tjahjo Kumolo menilai hal itu merupakan suatu hal yang sah dan tidak melanggar aturan.
Dia memandang, dukungan tersebut diberikan akibat adanya sinergi pembangunan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
“Sah-sah saja. Semua kepala daerah jangan lihat dia partainya mana pasti akan mendukung pemerintah pusat karena ada sinergi pembangunan di daerah,” ujar Tjahjo.
Menurutnya, tidak hanya Gubernur NTB yang telah menyatakan dukungan terhadap Presiden Jokowi untuk melanjutkan program pembangunannya pada periode kedua.
Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno, sebut Tjahjo, juga memberikan dukungan kepada Presiden Jokowi. Padahal, Irwan diusung Partai Keadilan Sejahtera (PKS), yang merupakan partai oposisi pemerintah.
Tjahjo memandang, pernyataan dukungan tersebut merupakan aspirasi yang berasal dari masyarakat yang telah merasakan program pembangunan pemerintah pusat.
“Pak Gubernur tidak hanya beliau (TGB), termasuk Gubernur Sumbar segala lho yang dari PKS. Kami tidak lihat partainya. Dia mengakui bahwa pembangunan yang dicanangkan oleh Pak Jokowi yang indonesia sentris ini ada manfaatnya. Lah makanya mereka mendukung untuk kedua kali,” kata Tjahjo.
“Pak Jokowi yang dulu (Pilpes 2014) kalah telak di Sumatera Barat, sekarang gubernurnya mendukung Pak Jokowi. Ya, sah-sah saja, karena merasakan dampak kebijakan Pak Jokowi, entah itu infrastruktur ekonomi maupun sosial,” ucapnya.
Di sisi lain, Tjahjo juga menegaskan bahwa setiap kepala daerah memiliki kebebasan untuk menyatakan dukungan. Termasuk mendukung pasangan calon yang menjadi lawan Presiden Jokowi di Pilpres 2019. (goek)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS