Oleh: Said Abdullah, Ketua Dewan Pengawas Dekopin
PADA tahun 1930 saat pertama kali Bung Hatta (Muhammad Hatta) mendirikan koperasi di Banda Naira, semangatnya adalah memperkuat ekonomi kerakyatan.
Kita semua tahu, koperasi didirikan atas asas kekeluargaan, semua anggota berdiri sama tinggi, dan duduk sama rendah. Berbeda dengan badan hukum Perseroan Terbatas (PT) kekuasaan tertinggi ditentukan oleh pemegang saham terbesar.
Hal itu tidak terjadi pada koperasi. Meskipun saya didaulat sebagai Ketua Dewan Pengawas, dan Pak Bambang Hariyadi sebagai Ketua Umum Dekopin kemarin, tidak berarti kedudukan kami berdua lebih tinggi dengan anggota koperasi biasa, anggota yang bersandal jepit.
Justru kami berdualah yang ditunjuk oleh anggota sandal jepit tadi, diberikan tugas untuk mengurus koperasi.
Dengan demikian koperasi memiliki watak demokrasi, yakni punya hak suara yang setara. Prinsip inilah yang harus kita jaga, agar kehidupan demokrasi tumbuh dalam tubuh koperasi Indonesia.
Kedua, sebagai badan usaha bersama, nasib koperasi Indonesia belum dianggap sebagai pemain penting dalam perekonomian nasional.
Perekonomian nasional masih didominasi perseroan terbatas swasta dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Padahal, Bung Hatta mengamanatkan seharusnya koperasi menjadi soko guru bagi perekonomian nasional.
Amanat Bung Hatta itu masih jauh dari kenyataan. Pada tahun 2024 ini pemerintah menargetkan kontribusi koperasi terhadap PDB sebesar 5,5 persen PDB. Bila PDB kita tahun 2024 ini mencapai kurang lebih Rp 22.000 triliun, artinya skala ekonomi koperasi Indonesia masih Rp. 1.100 triliun.
Agar bisa menjelma menjadi soko guru perekonomian nasional, maka kontribusi koperasi setidaknya harus mencapai ¼ PDB nasional, atau setara Rp. 5.500 atau lima kali lipat skala koperasi saat ini.
Dengan demikian tugas pengurus Dekopin yang baru ke depan tidaklah mudah. Saya menyarankan kepada Pak Bambang dan jajaran agar menghidupkan budaya berkoperasi sejak dari usia sekolah dasar hingga jenjang pendidikan tinggi.
Selama ini yang berkoperasi hanyalah para guru dan pegawai, itupun tidak diurus dengan usaha koperasi yang ekspansif, dan budaya berkoperasinya sekedarnya saja.
Tata kelola koperasi oleh para pengurus juga harus kita perbaiki.
Pada masa lalu sekelompok orang mendirikan koperasi hanya untuk menampung bantuan sosial dan ekonomi dari pemerintah dan terjadi korupsi. Akibatnya nama koperasi tercela, dan hanya dijadikan bungker mencari untung sekelompok orang.
Maka tugas pengawas kedepan, membantu merekomendasikan kepada pengurus Dekopin untuk membubarkan koperasi-koperasi yang memiliki pengelolaan demikian.
Sebab dengan tata kelola yang baik, transparan, akuntabel, inovatif, dan kompetitif, maka koperasi bisa bersaing dengan bentuk bentuk badan usaha lainnya. Paling tidak, koperasi memiliki pasar atau konsumen dari anggotanya sendiri sebagai penopang dasar usahanya.
Dan memang demikianlah latar belakang didirikannya koperasi, yakni melayani kebutuhan anggota dan menghasilan hasil usaha untuk anggota.
Akan tetapi konsumen atau market koperasi tidak hanya bertumpu dengan anggota, tetapi harus bisa menjangkau lebih luas lagi, agar usaha koperasi bisa tumbuh lebih besar, dan menjelma menjadi soko guru perekonomian nasional.
Ketiga, puji syukur, kepengurusan Dekopin ini tidak berselang lama dengan pelantikan Presiden Prabowo. Dengan demikian Dekopin bisa segera mengakselerasi diri, dan membantu program program Presiden Prabowo yang dituangkan dalam Asta Cita.
Paling tidak, Dekopin bisa memperkuat Asta Cita Presiden Prabowo yang ketiga, yakni meningkatkan lapangan kerja yang berkualitas, mendorong kewirausahaan, mengembangkan industri kreatif, dan melanjutkan pengembangan infrastruktur.
Dengan kelompok koperasi yang tumbuh di seluruh wilayah tanah air, maka dengan sendirinya terhimpun beberapa kelompok usaha baru yang membutuhkan tenaga kerja, dengan demikian menyerap lapangan kerja. Namun untuk membangkitkan kelompok usaha koperasi baru tidaklah mudah.
Oleh sebab itu, berbagai program pemberdayaan yang bersinergi antara pemerintah, para pegiat ekonomi, akademisi, dan masyarakat lokal harus bersinergi.
Sekedar perbandingan, di Amerika Serikat, sebagai negara kapitalis dunia nomor wahid, namun kontribusi koperasi sangatlah besar. Mampir 30.000 koperasi di Amerika Serikat memiliki aset lebih dari 3 triliun USD (setara 11% PDB Amerika Serikat tahun 2023 sebesar US$ 27,3 ribu), total pendapatan koperasinya lebih dari US$ 500 miliar, upah dan tunjangan US$ 25 miliar, dan menyerap 1 juta lapangan pekerjaan.
Di Eropa, Koperasi Eropa yang merupakan gabungan 83 koperasi, yang anggotanya berjumlah 123 juta anggota koperasi individu yang memiliki 160.000 perusahaan koperasi dan menyediakan lapangan kerja bagi 5,4 juta warga negara Eropa. Koperasi di Eropa telah menjelma menjadi kekuatan ekonomi kerakyatan berskala besar.
Harusnya Indonesia yang berideologi Pancasila, yang nilai-nilainya sangat berwatak koperasi bisa melampaui pencapaian kedudukan koperasi dalam skala ekonomi di Amerika Serikat.
Kami menaruh harapan tugas tugas tersebut bisa dilaksanakan dengan baik, karena membesarkan koperasi berarti menjalankan cita cita ideologi Pancasila. Tugas membangun koperasi adalah tugas ideologis.
Mari kita satukan semangat memajukan koperasi Indonesia menjelma agar menjadi soko guru Indonesia. (*/red)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS