JAKARTA – Mendagri Tjahjo Kumolo berpendapat, pilkada langsung tak serta merta menghasilkan kepala daerah (kada) korup. Menurut dia, keduanya tak saling berhubungan.
“Secara kasuistis, urusan korupsi jangan dikaitkan dengan rekrutmen. Rekrutmen sudah bagus, pasti partai politik juga melalui psikotes. Diklatnya sudah, dan setelah terpilih kami juga undang untuk diklatnya juga,” kata Tjahjo, kemarin.
Kemendagri, sebutnya, juga telah melakukan berbagai inovasi terkait pengawasan kepala daerah. Dia berpandangan, korupsi yang menjerat sejumlah kepala daerah saat ini lebih bersifat personal.
Selain itu, menurut Tjahjo, masih banyak kepala daerah yang tak memahami Undang-undang Tindak Pidana Korupsi sehingga kerap menerapkan kebijakan administratif yang berpotensi terjerat pidana korupsi.
Yang bisa dilakukan pemerintah saat ini, tambah dia, adalah memperketat sistem pengawasan di daerah sehingga menutup celah bagi kepala daerah yang akan melakukan korupsi.
Oleh karena itu, mantan Sekjen PDI Perjuangan ini minta tak ada lagi yang meributkan pilkada langsung dan mengaitkannya dengan tingginya tingkat korupsi.
Tjahjo mengakui, saat ini keberadaan inspektorat daerah belum efektif dalam mengawasi kepala daerah agar tak terjadi korupsi.
Hal itu disebabkan tumpulnya kewenangan inspektorat daerah. Selain itu, inspektorat daerah pangkatnya lebih rendah dari kepala daerah dan sekretaris daerah (sekda).
“Inspektorat daerah itu pangkatnya di bawah sekda, bagaimana? Kalau sekda yang berbuat, eh kamu bawahanku. Apalagi bupati atau wali kota, apalagi teman sendiri, wong teman masa ditangkap? Apalagi yang berjenjang kedudukannya,” ujarnya.
Ke depannya, pihaknya bakal menjadikan inspektorat daerah sebagai institusi yang tidak berada di bawah eksekutif daerah. Dengan demikian, pengawasan bisa berjalan baik.
Kemendagri juga bakal menaikkan pangkat pimpinan inspektorat daerah sehingga satuan kerja perangkat daerah (SKPD), sekda, dan kepala daerah yang diawasi lebih respek.
Selain itu, Kemendagri juga akan memperluas kewenangan inspektorat daerah, yakni bisa mengusulkan pemecatan secara berjenjang hingga ke Kemendagri.
“Jadi Inspektorat daerah mata dan telinga bupati. Tapi tanggung jawab ke gubernur. Inspektorat provinsi mata dan telinganya gubernur, tapi bertanggung jawab pada Irjen (Inspektur Jenderal) Mendagri. Atau, melihat konsep dari BPK, semua langsung di bawah presiden nanti,” terangnya. (goek)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS