JAKARTA – Mendagri Tjahjo Kumolo mengatakan, presiden terpilih dalam 3 pilpres terakhir selalu tersandera kekuatan parlemen yang dominan.
Ambang batas pemilu presiden (presidential threshold) sebesar 20-25 persen versi pemerintah, sebut Tjahjo, untuk memperkuat posisi presiden terpilih.
Hal itu dia sampaikan menanggapi polemik seputar presidential threshold dalam Rancangan Undang-Undang Pemilu yang kini tengah dibahas di DPR. Mayoritas fraksi di luar PDI Perjuangan, Golkar dan Nasdem, menginginkan agar presidential threshold ditiadakan atau di kisaran 10-15 persen.
Menurut Tjahjo, dalam kondisi politik yang tidak stabil akibat presiden terpilih tersandera kekuatan parlemen yang dominan, maka visi misi, program, dan janji-janji politik presiden terpilih tidak bisa segera direalisasikan.
Upaya merealisasikan janji-janji presiden terpilih, menurutnya, tersandera oleh fragmentasi kekuatan politik yang sangat lebar.
“Presiden terpilih terpaksa harus melakukan konsolidasi politik dengan parpol atau kekuatan politik yang tidak ikut berkeringat memperjuangkan terpilihnya capres yang bersangkutan,” kata Tjahjo, kemarin.
Dengan demikian, tuduhan bahwa pengajuan presidential threshold 20-25 persen hanya untuk menguntungkan pihak tertentu, tidak benar.
Sebaliknya, jelas dia, presidential threshold menciptakan sistem politik lebih adil bagi partai-partai. Kebijakan ini juga mendorong terbangunnya konsolidasi politik yang lebih sehat dan kondisi politik stabil.
“Percepatan pembangunan di segala bidang, hanya dapat dilakukan jika ditopang oleh stabilitas politik yang cukup,” ujar mantan Sekjen PDI Perjuangan ini.
Dia menyebutkan, ada rujukan terhadap 3 pilpres terakhir, yakni pilpres 2004, pilpres 2009, dan pilpres 2014. Ketiga pilpres tersebut dikatakannya selalu didukung oleh kekuatan parlemen kurang dari 50 persen+1.
Tjahjo membantah bila presidential threshold sebesar 20-25 persen dalam RUU Pemilu bertujuan menghalangi munculnya banyak calon presiden. Aturan tersebut dikatakannya justru mendorong munculnya capres minimal 2 paslon.
Menurut Tjahjo, pemerintah bersama panitia khusus RUU Pemilu telah menyepakati bahwa partai politik atau gabungan partai politik tidak boleh menyebabkan parpol lainnya tidak bisa mengusung capres.
Begitu pun bila dalam pencalonan hanya muncul satu paslon, secara sistematis telah diatur agar hal tersebut tidak boleh terjadi.
“Jika hanya terdapat hanya 1 paslon presiden, maka KPU akan menolak dan memberi perpanjangan waktu pendaftaran capres-cawapres,” katanya.
Sistem pemilu saat ini, imbuhnya, telah mendorong peningkatkan kualitas capres-cawapres yang sejalan dengan upaya penguatan esensi demokrasi serta konsolidasi demokrasi. (goek/*)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS