SURABAYA – Tim Pemenangan Pasangan Calon (Paslon) Wali Kota-Calon Wakil Wali Kota Tri Rismaharini-Whisnu Sakti Buana minta pihak rekanan pencetak kertas surat suara Pilkada Surabaya agar mengontrol kualitas surat suara sesuai contoh yang diberikan ke KPU.
Juru bicara pasangan Risma-Whisnu, Didik Prasetyono juga minta kualitas tinta yang ditunjukkan melalui contoh cetak, sesuai dengan faktanya.
“Kami minta perusahaan pemenang tender untuk mencetak kertas suara di mesin cetaknya dulu, agar kualitasnya kelihatan terlalu gelap atau terang,” kata Didik, di sela rapat tertutup terkait profing surat suara dan debat paslon, di kantor KPU Surabaya, Selasa (20/10/2015).
Terkait atribut yang dikenakan Risma-Whisnu, pasangan nomor urut 2 ini mengenakan atribut Bendera Merah Putih di dada kiri. Menurut Didik, pasangan yang diusung PDI Perjuangan ini ingin membangkitkan semangat, bahwa siapapun pilihan masyarakat, Merah Putih tetap yang utama.
“Tidak ada perpecahan dan konflik setelah pilkada digelar,” jelas mantan anggota KPU Jatim ini.
Sedangkan, baju putih yang dipakai, menurutnya, melambangkan ketulusan. Meski diusung PDI Perjuangan, namun pasangan calon Risma–Whisnu tak memakai baju partai, karena keduanya sudah menjadi milik warga Surabaya.
“Biarkan masyarakat Surabaya memiliki Risma-Whisnu, dan Merah Putih di dada melambangkan bakti kami untuk Indonesia,” tuturnya.
Keluhkan Aturan Debat
Sedang soal acara debat kandidat yang dijadwalkan KPU digelar 30 Oktober depan, lanjut Didik, juknis (petunjuk teknis) skema debat yang dibuat KPU tersebut beda dengan Pilkada sebelumnya.
“Skema debat kali ini tidak ada keriuhan, alat peraga dilarang, kemudian yel-yel dilarang,” papar alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga Surabaya itu.
Pria yang akrab disapa Didonk ini menyesalkan adanya beberapa batasan yang mengakibatkan keriuhan dan kegembiraan dalam pilkada tidak terlihat lagi. “Sudah alat peraganya sedikit, keriuhan juga dilarang. Begitu banyak aturan pada pilkada kali ini,” keluh Didik.
Pada pelaksanaan pilkada 9 Desember depan, imbuh dia, terkesan partisipasi masyarakat ditekan, serta menumpulkan kreativitas tim pemenangan pasangan calon. “Ini (Pilkada) jauh lebih buruk dari 5 tahun lalu,” ungkapnya. (goek)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS