JAKARTA – Usaha Presiden Soekarno hingga akhirnya memproklamasikan kemerdekaan Indonesia bukan tanpa halangan. Sebelas tahun sebelum 17 Agustus 1945, Bung Karno harus menjalani pengasingan di Kota Ende, Nusa Tenggara Timur.
Dikucilkan jauh dari keramaian, Bung Karno yang biasa dikerumuni dan dielu-elukan massa saat menyampaikan pidatonya tentu saja sempat frustrasi dibuang ke bumi Flores.
Pemerintah kolonial Hindia Belanda saat itu sangat ketat membatasi pergaulan Bung Karno dengan masyarakat setempat, khususnya masyarakat kalangan atas.
Namun, di tengah ketatnya pengawasan, Bung Karno tak berhenti menggelorakan semangat kemerdekaan. Pengasingan tak mampu membungkam Bung Karno.
Bondan Winarno dalam bukunya Berkibarlah Benderaku-Tradisi Pengibaran Bendera Pusaka, menceritakan sepenggal kisah perjalanan hidup Bung Karno di Kota Ende. Kisah tersebut merupakan hasil wawancara Bondan dengan Megawati Soekarnoputri yang merupakan putri kandung Bung Karno.
Sandi rahasia
Di Flores, Bung Karno mendirikan grup sandiwara serta mengajari anak-anak menyanyi dan membuat seni melipat kertas, atau origami.
Saat mengajarkan origami, Bung Karno meminta anak-anak menggunakan kertas berwarna merah putih. Ketika bermain, anak-anak diminta menggabungkan kertas dua warna tersebut sambil dilambai-lambaikan dengan berseru gembira.
Selama di pengasingan, Bung Karno menempati sebuah kamar berukuran kecil yang disebutnya Ruang Hening. Jika pintu kamar tertutup, artinya anak-anak tidak boleh masuk.
Apabila Bung Karno mendengar suara langkah anak-anak mendekat ke ruangan kamarnya, ia akan menyiulkan sebuah nada panjang yang meliuk-liuk. Lama-lama, anak-anak mulai hafal dengan nada siulan Bung Karno.
Suatu ketika, Bung Karno mengajak anak-anak piknik ke sebuah jembatan besar di luar Kota Ende. Bung Karno membawa makanan kecil untuk dinikmati bersama anak-anak di sana.
Di tengah kegembiraan itu, anak-anak mengeluarkan kertas origami berwarna merah putih. Kertas itu dilambai-lambaikan ke udara dengan perasaan riang gembira.
Suasana bertambah riang saat anak-anak menirukan irama siulan sandi rahasia yang selama ini mereka dengar dari kamar tidur Bung Karno.
Kecurigaan Belanda Kembalinya dari piknik kecil-kecilan itu, Bung Karno mendapat masalah. Ia pun sampai harus berhadapan dengan Politieke Inlichtingendienst (Jawatan Sandi Rahasia Hindia Belanda).
Bung Karno dituduh melakukan kegiatan terlarang. Bung Karno dianggap mengibarkan bendera Merah Putih dan menyanyikan lagu Indonesia Raya yang pertama kali dimunculkan sebagai bendera dan lagu kebangsaan pada Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928.
Namun, apa yang menjadi dasar tuduhan Belanda itu? Mereka ternyata menyadari bahwa kertas origami yang diajarkan Bung Karno kepada anak-anak adalah perpaduan warna merah dan putih, yang merupakan warna bendera kebangsaan Indonesia.
Selain itu, rupanya mereka menyadari bahwa irama siulan yang terus-menerus dilantunkan Bung Karno sebagai sandi kepada anak-anak adalah irama lagu Indonesia Raya ciptaan Wage Rudolf Supratman.
Kisah ini membuktikan bahwa perjalanan sejarah bendera Merah Putih dan lagu Indonesia Raya diawali dengan pengorbanan dan keberanian para pendiri bangsa. Salah satunya, sang Proklamator, Presiden pertama RI Soekarno. (kompas)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS