SURABAYA – Pansus Raperda Pengembangan Pondok Pesantren (Ponpes) DPRD Jawa Timur berkunjung ke kantor Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jatim, Selasa (6/4/2021).
Kunjungan ini bagian dari upaya Pansus Raperda Ponpes menyerap aspirasi dari kalangan pesantren. Kunjungan serupa juga dilakukan di tiga lembaga Islam di Jatim yakni, PW Muhammadiyah dan LDII.
Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jatim Hari Putri Lestari yang tergabung dalam anggota pansus menjelaskan, maksud dari Raperda ini adalah untuk pengembangan bukan intervensi ajarannya.
“Maksud dari Raperda ini kan pengembangan, jadi ajaran agama Islamnya tidak kita intervensi. Kita hanya mengingatkan bahwa peraturan hukum positif adalah mempertahankan NKRI dan Pancasila yang harus jadi bagian dari ideologi pondok pesantren, untuk kesatuan NKRI,” jelasnya.
Baca juga: Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jatim Kawal Ketat Raperda Ponpes
Perempuan yang akrab disapa Tari ini mengatakan, pondok pesantren tidak perlu khawatir, karena isi dari Raperda lebih kepada pelatihan, fasilitasi, pengembangan ekonomi, serta jaringan ekonomi untuk membangun ekonomi kemandirian, agar nantinya sumber daya manusia (SDM) dapat lebih siap dan setara dengan pendidikan lainnya.
Anggota pansus lainnya, Andy Firasadi, menjelaskan, penyusunan Raperda ini bertujuan memastikan pondok pesantren dapat memberikan dukungan secara optimal terhadap pengembangan nilai-nilai kebangsaan.
Hanya saja nantinya diberikan batasan untuk mencegah adanya bibit paham radikal yang justru akan menghancurkan nilai-nilai kebangsaan NKRI.
Dalam kegiatan Pansus ini, terang Andy, PDI Perjuangan melibatkan seluruh komisi DPRD untuk menyatukan pemikiran dan bersinergi dalam memberikan gagasan-gagasan di Raperda.
“Diharapkan komisi-komisi bisa bersinergi dan meletakkan gagasan pikirannya ke dalam Raperda itu. Jadi lengkaplah pemikiran dari seluruh komisi. Kalau dari komisi yang saya bidangi, saya akan perjuangkan ideologi itu harus selesai 100 persen,” ujar Andy.
Dia menegaskan kesiapannya mengawal perkembangan Raperda mulai dari berkoordinasi dengan Kementerian Agama terkait selisih perbedaan data dengan pihak Rabithahtul Ma’ahid Islamiyah (RMI) sebesar 6.869 pondok pesantren, hingga fungsi anggaran, monitoring, serta implementasi dari Pemprov Jatim.
“Yang ingin dicapai oleh DPRD pertama ya tentang kesetaraan, karena masih ada data yang berbeda dari Kemenag dan RMI, dimana data Kemenag 5.131 sementara dari RMI ada 12.000. Nah ini yang harus jelas. Pesantren mana yang harus kita back up, kalau kita mem-back up sementara pesantren di dalam perjalanan kedepannya ajarannya tidak memperkuat nilai – nilai kebangsaan kita ya gak ada gunanya,” tandasnya.
Sementara itu, Wakil Rois Syuriah PWNU Kyai Anwar Iskandar memberikan apresiasi atas kunjungan ini. “Ketika antara pengguna dan user itu bisa bertemu itu sesuatu yang baik sekali, harus dihargai, dan itu perlu ditindaklanjuti. Bahkan kami sangat terbuka untuk terus bisa menerima bapak dan ibu wakil rakyat untuk mendengar aspirasi kami,” katanya.
Dalam pertemuan ini, Kyai Anwar juga menyampaikan keresahan pada beberapa poin yang terdapat dalam Perda tersebut. Seperti mengenai perizinan yang rumit, dan pemerintah yang dianggap terlalu jauh melakukan intervensi pada Pondok Pesantren.
“Dalam perizinan ini terlalu rumit sampai misal tanah itu harus bersertifikat, ber IMB, sesuatu yang amat menyulitkan. Selain itu pondok pesantren kan dari dulu itu lembaga pendidikan yang mandiri dari kurikulum dan pengelolaannya, jadi jika semua diintervensi bisa terjadi salah paham,” bebernya.
Jika nantinya dilakukan intervensi, sebutnya, maka akan terjadi salah paham antara pesantren dengan pemerintah. Menurutnya, intervensi boleh dilakukan jika memang ada pesantren yang memiliki indikasi atau bukti tidak setia dengan NKRI dan Pancasila, apalagi kalau terpapar aktivitas-aktivitas intoleran hingga terorisme. (nia)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS