SURABAYA – Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini memiliki sentuhan politik yang pas diterapkan di tanah air. Yakni sentuhan yang merakyat, penuh nilai kemanusiaan, serta bisa mengintegrasikan harapan rakyat.
Hasto menyebutkan, Surabaya menjadi contoh kepemimpinan yang menjadikan wong cilik sebagai sumber inspirasi. Melalui sentuhan manajemen modern berbasiskan IT, dan Risma memiliki disiplin tinggi untuk bergerak ke bawah bersama rakyat.
“Itulah nafas kepemimpinan Risma, sehingga Surabaya hadir sebagai kota yang indah, penuh dengan ruang publik hijau,” ujar Hasto Kristiyanto, dalam bedah buku berjudul “Merajut Kemelut: Risma, PDI Perjuangan dan Pilkada Surabaya”, di kampus Universitas Airlangga, Surabaya, Senin (11/4/2016).
Risma, tambah Hasto, memiliki watak kepemimpinan yang berdasarkan kolektivitas, untuk merumuskan visi pemerintahan yang dipimpinnya. Wali kota perempuan pertama di Surabaya itu juga merombak tatanan kerja birokratis menjadi sederhana, melayani publik dan kepemimpinan yang membangun peradaban.
“Risma perhatian pada wong cilik, mampu menghadapi fakta-fakta yang brutal sekalipun, dan tetap membangun organisasi,” paparnya.
Dalam diri Risma, imbuh Hasto, mengajarkan tiga hal yakni ahli dalam menata kota dengan ruang terbuka dan kemanusiaan, terbuka dalam manajemen proyek dan pengadaan dengan sistem e-lelang, serta mampu menyatukan ruang batin rakyat dengan pemerintahan daerah.
“Risma memberikan gagasan besar bahwa sebuah daerah akan maju bila kegembiraan rakyat hadir dalam kerja kota, dalam kerja negara, sehingga terbentuklah apa yang disebut integralisme batin rakyat dan pemerintah,” tuturnya.
Menurut Hasto, Risma mengajarkan bahwa ekonomi Indonesia tidak boleh semata-mata diberikan pada korporasi tapi diberikan kepada kaum marhaen.
“Ekonomi marhaen adalah ekonomi UMKM. Risma peduli untuk membangun ekonomi rakyat berbasis UMKM di Kota Surabaya. Bu Risma akan selalu hadir di hati rakyat karena bekerja dengan rasa cinta, bekerja dengan ketulusan. Bu Risma bisa dikatakan hadiah berarti untuk Indonesia Raya,” urai Hasto.
Buku Merajut Kemelut itu sendiri ditulis wartawan LKBN Antara Abdul Hakim bersama politikus PDI Perjuangan Didik Prasetiyono. PDI Perjuangan, imbih Hasto, selalu membuka ruang bagi terbitnya buku-buku politik sebagai karya ilmiah populer untuk menjabarkan tradisi politik yang membangun peradaban. (goek)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS