Selasa
26 November 2024 | 7 : 40

Selamat Ulang Tahun, Wiji Thukul. Kau di Mana?

PDIP-Jatim-Eri-Irawan-31032023

Oleh M. Eri Irawan*

SEHARUSNYA Wiji Thukul berulang tahun hari ini dan masih menulis puisi. Membacakannya dengan tanda seru. Dengan lidahnya yang cadel yang tak mampu menutupi kemarahannya terhadap kemiskinan, pembelaannya terhadap mereka yang dipinggirkan, juga kerisauannya terhadap ketidakadilan.

Wiji Thukul adalah wajah dari mereka yang percaya bahwa ketertindasan harus dilawan, termasuk dengan kata-kata. Dia adalah Paman Doblang dalam puisi WS Rendra yang tak hanya “minum air dari kaleng karatan”, tapi juga meneriakkan bahwa “perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata”. Dan mungkin karena itu, dia diculik pada sebuah hari yang nahas dan tak kembali.

Wiji Thukul dilahirkan dengan nama Widji Widodo, di Solo, Jawa Tengah, pada 26 Agustus 1963. Ayahnya seorang penarik becak. Ibunya sesekali berjualan ayam bumbu. Dia lekat dengan kemiskinan, namun “keberanian” adalah nama tengahnya. Wiji Thukul tahu, hidup untuk diperjuangkan, bukan untuk dikeluhkan.

Pernikahannya dengan Siti Dyah Sujirah alias Sipon pada 1989 dikaruniai dua anak: Fitri Nganthi Wani dan Fajar Merah. Di sela-sela pekerjaannya sebagai buruh pabrik pelitur, dia melatih teater dan melukis bersama warga Kampung Jagalan, tempatnya tinggal. Dia mengajarkan kepada orang banyak untuk menyuarakan hidup mereka. “Suara-suara itu tak bisa dipenjarakan, di sana bersemayam kemerdekaan,” kita selalu mengingat petikan ‘Sajak Suara’ ini.

Saat Rezim militer Orde Baru memaksa diam, Wiji Thukul menyiapkan pemberontakan melalui kata-kata, sajak, juga tindakan. Ia berada di tengah aksi massa yang memprotes pencemaran lingkungan pabrik tekstil, dan di antara para buruh yang memperjuangkan hak mereka.

Mobil aparat keamanan menghantam matanya. Namun ia tidak menyerah. “Puisiku bukan puisi tapi kata-kata gelap yang berkeringat dan berdesakan mencari jalan. Ia tak mati-mati meski bola mataku diganti,” serunya dalam “Aku Masih Utuh dan Kata-kata Belum Binasa”.

Aktivitasnya sebagai Ketua Jaringan Kerja Kesenian Rakyat (Jaker) membuatnya masuk daftar target rezim. Ia tak sendiri. Sejumlah aktivis lintas ideologi dibidik karena dianggap mengganggu stabilitas negara. Wiji Thukul bukannya tak tahu kalau namanya cukup nyaring di telinga penguasa. “Aku bukan artis pembuat berita tapi memang aku selalu kabar buruk buat para penguasa,” katanya dalam sajak “Aku Masih Utuh dan Kata-kata Belum Binasa”.

Dan Wiji Thukul tak gentar. “Jika kau menghamba kepada ketakutan, kita memperpanjang barisan perbudakan,” katanya dalam sajak “Ucapkan Kata-Katamu”.

Namun rezim Orde Baru bukanlah rezim yang sabar. Tentara hanya menunggu waktu untuk menciduk para aktivis demokrasi, termasuk Wiji Thukul. Setelah peristiwa 27 Juli 1996, penyerbuan terhadap kantor PDI, ia tak lagi aman dan menjadi pelarian di negerinya sendiri. Tidak karena mencuri atau mencopet, tapi karena menyuarakan kegelisahan mereka yang lama tak didengarkan.

Soeharto akhirnya turun dari kekuasaannya pada Mei 1998. Massa yang marah, mahasiswa yang bersemangat, dan ketidaksetiaan orang-orangnya tak bisa lagi dikendalikan Sang Jenderal. Dia tahu hari-harinya sudah berakhir. Senja kala sudah tiba.

Orang-orang bersorak. Demokrasi telah dipulihkan di negeri ini. Namun Wiji Thukul tidak pernah kembali. Hingga sang istri, Sipon, meninggal dunia lpada Kamis, 5 Januari 2023.

Kini, Fitri Nganthi Wani dan Fajar Merah masih mencari jawaban atas pertanyaan sederhana: ke mana lelaki yang kami cintai, siapa yang harus bertanggung jawab atas kerinduan kami, ke mana tentara yang berderap menutup mata dan menyumpal mulutnya.

Bukankah seharusnya ada yang bertanggung jawab? Pertanyaan itu hanya membentur angin. Hingga kini. (*)

*Wakil Ketua DPC Banteng Muda Indonesia, Kota Surabaya

BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Tag

Baca Juga

Artikel Terkini

KRONIK

Hari Guru Nasional, Bupati Fauzi Apresiasi Dua Pendidik Raih Prestasi Tingkat Nasional

SUMENEP – Pada peringatan Hari Guru Nasional 2024, Bupati Sumenep, Achmad Fauzi Wongsojudo memberi apresoasi atas ...
KABAR CABANG

Untuk Risma-Gus Hans dan Eri-Armuji, PDIP Surabaya Gelar Doa Bersama dan Santuni Anak Yatim Piatu

SURABAYA – Memasuki hari kedua masa tenang Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) 2024, Dewan Pimpinan Cabang (DPC) ...
LEGISLATIF

DPRD Surabaya Bentuk Pansus Raperda Pengembangan Ekraf

SURABAYA – Sidang paripurna ketiga DPRD Surabaya pada Senin (25/11/2024) memutuskan pembentukan panitia khusus ...
EKSEKUTIF

Usai Cuti Kampanye, Eri Pastikan Pengerjaan Proyek Strategis di Kota Surabaya

SURABAYA – Setelah dua bulan cuti kampanye Pilkada 2024, Eri Cahyadi kembali ke Balai Kota Surabaya melanjutkan ...
LEGISLATIF

Jaga Kepercayaan Rakyat dan Pastikan Pilkada Berlangsung Demokratis, Pulung Harap APH Netral

SURABAYA – Anggota Komisi III dari Fraksi PDI Perjuangan DPR RI Pulung Agustanto menyoroti pentingnya netralitas ...
KABAR CABANG

Menangkan Pilgub Jatim, DPC Kota Probolinggo Perkuat Saksi

PROBOLINGGO – Memenangkan Risma-Gus Hans di Pilkada Jawa Timur menjadi sebuah harga mati bagi kader PDI Perjuangan ...