JAKARTA – Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengajak capres Prabowo Subianto buka-bukaan harta kekayaan. Tantangan ini disampaikannya menyusul rencana Partai Berkarya melaporkan Wakil Sekjen PDIP Ahmad Basarah ke polisi karena menyebut Presiden ke-2 RI Soeharto adalah guru korupsi.
“Dengan rencana gugatan dari Partai Berkarya itu, jadi sebuah momentum bagi para pemimpin berkaitan dengan penyalahgunaan kekuasaan saat itu. Saatnya juga membuka harta kekayaannya, dari mana asalnya,” kata Hasto di Kantor DPP PDI-P, Jalan Diponegoro Jakarta Pusat, Sabtu (1/12/2018).
“Pak Prabowo berapa triliun kekayaan dia? Dan dari mana itu? Inilah momentum yang tepat,” lanjut dia.
Hasto menilai, rencana Partai Berkarya melaporkan Basarah ke Polri seolah menegasikan pernyataan Basarah. Menurut Hasto, praktik korupsi yang dilakukan Soeharto beserta kroni-kroninya merupakan fakta sejarah.
Dia mengatakan, seluruh aktivis antikorupsi di Indonesia memiliki informasi mengenai praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang terjadi pada era Soeharto.
“Tidak hanya PDIP (yang mengetahui praktik korupsi Soeharto). Banyak juga penggiat korupsi yang tahu. Bahkan, berbagai dokumen, termasuk salah satu TAP MPR dibuat untuk mengusut seluruh harta kekayaan Pak Harto dan kroninya,” ujar Hasto.
Dia mencontohkan, beberapa praktik KKN yang terjadi di era Soeharto adalah pembuatan Keppres Nomor 42 Tahun 1996 tentang Pembuatan Mobil Nasional. “Pemalsuan mobil impor dari Korea, diganti merek, seolah-olah itu mobil ciptaan Indonesia. Ada keuntungan dari pajak di situ,” terang Hasto.
Polemik ini bermula dari pernyataan Basarah bahwa maraknya korupsi di Indonesia dimulai sejak era Presiden ke-2 Soeharto. Ia pun menyebut Soeharto sebagai guru dari korupsi di Indonesia.
Pernyataan Basarah merespons pidato Prabowo di sebuah forum internasional di Singapura. Prabowo mengatakan, “Isu utama di Indonesia sekarang adalah maraknya korupsi, yang menurut saya sudah seperti kanker stadium 4”.
Sementara itu, Wasekjen PDIP Ahmad Basarah tak gentar dengan rencana Partai Berkarya melaporkannya kepada polisi gara-gara pernyataannya bahwa Soeharto guru koruptor.
“Saya ini mantan aktivis gerakan mahasiswa, menjadi pimpinan nasional di tahun 1996-1999. Pada 1998 terjadi peristiwa politik jatuhnya presiden Soeharto dari kekuasaan politik nasional,” kata Basarah.
Gugatan semacam itu, katanya, bukan hal baru baginya. Dia malah mempersilakan partai pimpinan Tommy Soeharto itu menempuh jalur hukum yang tersedia. Dia pun bersiap menghadapi gugatan itu sesuai prosedur hukum.
Dalam konteks politik, menurutnya, kritik menjadi sesuatu yang wajar. Setiap tokoh politik harus bersedia secara terbuka untuk dikritik.
Memang, pada dasarnya, semua pihak menginginkan situasi politik yang kondusif, tetapi di saat yang sama harus siap menerima kritik. Publik akan menilainya kelak.
Wakil Ketua MPR RI berpendapat, bukan hanya personal, bahkan tidak ada satu pun lembaga di Indonesia yang tidak bisa dikritik dan kebal hukum. “Jadi, kritik, pendapat, saran dari berbagai macam komponen masyarakat itu satu hal yang niscaya terjadi dalam sistem negara demokrasi yang kita anut,” ujarnya. (goek)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS