SURABAYA – Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri mengatakan, dalam hal mengelola lingkungan, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini bisa dikatakan pejabat preman.
Ketua Yayasan Kebun Raya Indonesia itu menyebutkan, di mobil dinas Risma isinya bukan baju bagus atau peralatan kecantikan. Tapi sekop, cangkul, sepatu booth, sarung tangan dan sebagainya.
“Apa itu bukan preman coba,” kata Megawati saat menjadi pembicara Sarasehan Peraih Kalpataru di Rumah Dinas Wali Kota Surabaya, Sabtu (28/4/2018).
Sarasehan Peraih Kalpataru merupakan bagian dari kegiatan Festival Jaga Bhumi di Surabaya selama dua hari.
Selain Susi Pudjiastuti, sarasehan dihadiri sejumlah bekas pejabat, seperti Menteri Lingkungan Hidup di era Megawati, Sonny Keraf, mantan Menteri Pertanian M. Prakosa dan mantan Gubernur Jawa Timur Imam Utomo.
Menurut Megawati, Risma tegas dalam menata lingkungan, sehingga hasilnya bisa dirasakan warga Surabaya sekarang. Selain kebersihan kota terjaga, juga tanaman-tanaman seisi kota terasa rindang.
Risma juga menata saluran agar dapat meminimalisir banjir. Bahkan, dalam waktu dekat, Risma akan membuat Kebun Raya Mangrove di Wonorejo.
“Mbak Risma saya lihat sering ngamuk-ngamuk (kalau di lapangan), tapi saya bilang itu siip (bagus),” katanya.
Ketua Umum PDI Perjuangan ini menekankan bahwa pemerintah dapat bertindak sebagai fasilitator upaya pelestarian lingkungan hidup.
Sedangkan terhadap Susi, Megawati mengaku sering disindir mengapa bergaul dengan Susi. Padahal Susi punya tato di kakinya.
Di sisi lain, kata Megawati, Susi juga sering menyampaikan bahwa ada pihak-pihak yang kurang suka dia dekat dengan Megawati.
“Saya bilang ke Bu Susi, sudahlah Bu, ndak usah didengerin. Mungkin mereka iri. Memangnya kenapa kalau saya bersahabat dengan Bu Susi, apa tidak boleh? Bu Susi dan saya itu sama-sama preman juga, cuma bedanya Bu Susi bisa menyelam saya tidak,” seloroh Megawati.
Sementara itu, Tri Rismaharini memaparkan beberapa upayanya dalam hal melestarikan lingkungan. Dia mengaku sudah melibatkan masyarakat, misalnya tentang budi daya sampah.
Risma mencontohkan beberapa kampung di Surabaya yang sudah memiliki program budi daya sampah menjadi pupuk atau melalui Bank Sampah. Hasilnya, lanjut Risma, saat ini jumlah sampah yang masuk ke tempat pembuang akhir (TPA) menurun hingga 1.000 ton per hari.
Angka tersebut menurun dari sebelumnya 3.000 ton pada saat Risma menjabat sebagai Kepala Dinas Kebersihan Surabaya beberapa tahun lalu.
“Kami punya program urban farming. Produknya, ada selada ungu dan selada kriting meski baru kami suplai ke hotel bintang lima saja,” jelas Risma. (goek)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS