RS Pemkot Surabaya Harus Dukung Program Kota Wisata Kesehatan

Loading

pdip jatim - Agustin Poliana1SURABAYA – Ketua Komisi D DPRD Kota Surabaya, Agustin Poliana mendesak pemerintah kota menyediakan peralatan kesehatan yang memadai dengan fasilitas lengkap, khususnya peralatan untuk menangani penderita stroke. Hal ini untuk mendukung pencanangan Surabaya sebagai Kota Wisata Kesehatan.

Menurut Agustin Poliana, seharusnya pemerintah tidak hanya mempromosikan rumah sakit (RS) swasta dalam pencanangan Surabaya sebagai Wisata Kesehatan. RS milik Pemerintah Kota Surabaya, kata politisi PDI Perjuangan itu, juga perlu menjadi perhatian, dan siap mendukung Surabaya program tersebut.

“Jangankan untuk melayani pasien dari luar surabaya. Untuk masyarakat Surabaya sendiri, RS milik pemkot belum bisa mengatasi,” kata Agustin Poliana, saat hearing dengan jajaran Dinas Kesehatan Kota Surabaya, Rabu (6/5/2015).

Saat ini, sebut Titin, sapaan Agustin Poliana, peralatan kesehatan yang memadai untuk penyakit berat, ada di RSU Dr Soetomo. Sementara di RS pemkot belum lengkap.

Pasien yang penanganannya memerlukan peralatan seperti Magnetic Resonance Imaging (MRI) untuk mendeteksi tumor di otak misalnya, ujar Titin, selalu dirujuk ke Dr Soetomo. Akibatnya, ungkapnya, pasien menumpuk dan tidak cepat tertangani.

Demikian juga untuk cuci darah, tambah Wakil Ketua DPC PDI Perjuangan Surabaya itu, banyak pasien yang tidak tertampung di RS Pemkot, sehingga banyak yang dirujuk ke RS swasta seperti RSI, Al-Irsyad, RS Haji, atau RS swasta lainnya.

Sementara, Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya, Febria Rachmanita menegaskan, Kota Surabaya siap menjadi tempat rujukan bagi penderita stroke. Dari 61 rumah sakit di Surabaya, baik milik pemkot maupun swasta, sebut Febria, semua sudah memiliki peralatan untuk menampung penderita stroke.

Dia mencontohkan RSUD dr Soewandhie yang sudah menyiapkan unit khusus stroke atau ruang khusus untuk menangani penderita stroke. “Dengan adanya unit khusus ini, penanganan bagi penderita stroke bisa tertangani secara intensif, tidak dicampur dengan pasien penderita sakit lainnya,” jelasnya.

Sedangkan untuk dokter yang khusus menangani penyakit dalam, atau ahli bedah saraf, jumlahnya masih ada satu. “Tapi Insya Allah meskipun masih ada satu, saya yakin bisa menangani dalam ini,” katanya.

Saat ini, tambah dia, penderita stroke di Surabaya masih terbilang rendah, yakni 0,7 persen dibandingkan tingkat nasional yang mencapai 15,4 persen potensi penderita stroke. (goek)