SURABAYA – Nilai tikar rupiah terhadap dolar terus menurun. Menanggapi hal ini, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menyatakan warganya tidak terlalu mempedulikan kondisi tersebut.
“Kenapa warga Surabaya tidak peduli dolar mau naik atau tidak karena kekuatan kita ada di ekonomi mikro, mereka tidak terpengaruh terhadap dolar,” kata Tri Rismaharini saat memberikan sambutan di acara Festival Pasar Rakyat yang digelar Yayasan Danamon Peduli dan PD Pasar di Pasar Kembang Surabaya, Sabtu (22/8/2015).
Risma mengaku meski berlatar belakang insinyur, namun sampai sekarang tetap belajar ekonomi mikro. “Tetap saya belajar karena di situlah letak ekonomi di Indonesia khususnya Surabaya,” katanya.
Menurut dia, 90 persen perdagangan di Surabaya terdiri dari usaha menengah dan mikro. Hal inilah yang membuat perekonomian di Surabaya cukup kuat dan tidak terpengaruh krisis moneter seperti tahun 1998.
“Saya sudah melihat krisis 1998, saya pimpin proyek suatu studi dengan tim leadernya dari Belanda. Saat di Jakarta mal-mal mulai sepi, tapi dia bingung ketika masuk kampung di Surabaya kenapa orang kampung masih bisa tersenyum. Dia juga masuk ke mal-mal dan pasar, kenapa Surabaya masih ramai tidak seperti Jakarta langsung turun drastis,” ujarnya.
Ia sampaikan kepada tim leader dari Belanda bahwa orang Surabaya tidak kenal dolar. “Bahkan dolar saat itu sampai tembus Rp14.000 sekian, tapi kenapa di Surabaya bisa survive. Kalau ini bisa terjadi sebenarnya kekuatan besar kesejahteraan ini menyangkut kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.
Mantan Kepala Bappeko Surabaya ini mengatakan jurang pemisah antara kaya dan miskin tidak terlalu tinggi di Surabaya, sehingga bisa dikatakan jarang sekali ada demonstrasi di Surabaya. “Kecuali nanti mendekati pilkada,” kata Risma disambut tawa dari para hadirin yang datang di acara itu.
Selain itu, Risma juga bercerita pernah ditanya peneliti dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dengan menugaskan perguruan tinggi di Equador mengenai perkembangan kampung di Surabaya.
“Saya jawab, kampung masih jadi kampung. Surabaya masih luas, kita membangun tidak menggusur kampung karena kekuatan Surabaya ada di kampung,” ujarnya. (beritasatu)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS