SURABAYA – Anggota Komisi B DPRD Surabaya Erwin Tjahjuadi mengritisi pemkot yang tidak pernah mau mengambil jatah bantuan dari pusat untuk renovasi pasar tradisional, seperti Pasar Keputran.
Padahal, jika diambil, bantuan dari Kementerian Perdagangan tersebut akan membantu Pemkot Surabaya dalam melakukan penataan dan perbaikan infrastruktur Pasar Keputran. “Bantuannya nilainya besar, sampai Rp7,5 miliar,” kata Erwin, di sela sidak di Pasar Keputran, Rabu (20/4/2016).
Anggota Fraksi PDI Perjuangan ini mencontohkan, Pasar Agung di Bali. Meski pasar tradisional, ungkap Erwin, Pasar Agung sangat bagus, bersih, penjualnya pakai seragam, dan sudah ada pengolah sampah.
“Sampah pasar langsung dimasukkan mesin langsung jadi pupuk,” ujarnya.
Erwin mengatakan di Kota Surabaya sendiri juga sudah ada perda penataan pasar tradisional, dimana salah satunya berisi tentang kewajiban revitalisasi pasar, minimal satu pasar setiap tahunnya.
Menurutnya tidak salah jika pemkot mengajukan bantuan dari pemerintah pusat walaupun APBD Kota Surabaya sendiri sudah besar.
Pada saat penyusunan perda pasar tradisional, jelas Erwin, diketahui bahwa pemkot tidak mengajukan bantuan dari pusat, karena revitalisasi ingin dilakukan sendiri. “Padahal kalau mau, meski yang mengerjakan pusat, bisa dikomunikasikan pemkot maunya pasarnya jadi bagaimana,” urainya.
Sementara, Ketua DPRD Surabaya Armuji menyatakan, tidak masalah jika Surabaya dapat bantuan revitalisasi Pasar Keputran dari pemerintah pusat.
“Asalkan, tidak mengubah fungsi pasar. Pasar tradisional tetap difungsikan sebagai pasar, bukan untuk yang lain,” kata Armuji saat sidak ke Pasar Keputran.
Sebelumnya, Wali Kota Tri Rismaharini mengunjungi Pasar Keputran Surabaya bersama Forum Pimpinan Daerah (Forpimda), Selasa (19/4/2016) malam. Risma menyusuri setiap lantai Pasar Keputran, utamanya lantai 2 yang sempat dijadikan tempat tinggal ilegal oleh warga.
Meski serius, Risma tetap menebar senyum dan sapaan hangat kepada warga. “Dimana sih kok katanya ada yang masih tinggal dan tidur di bangunan di pasar ini? Aku juga mau lihat malam ini,” kata Risma.
Dia masih menemukan sejumlah bangunan liar yang disebut warga Surabaya sebagai petak. Sedikitnya ada lima petak yang belum dibongkar, meski warga tidak lagi menggunakannya untuk tidur.
“Ya nanti fungsi di pasar ini harus tetap jadi pasar, bukan tempat tinggal,” ucap Risma.
Pemkot Surabaya memberikan batas waktu pembongkaran petak di lantai 2 Pasar Keputran hingga Kamis, 21 April 2016. Jika pedagang tidak juga membongkar, Pemkot Surabaya yang akan melaksanakannya. Ia ingin pembenahan pasar bisa segera dilaksanakan agar pasar bisa kembali berfungsi.
Selanjutnya, Pemkot Surabaya akan mendata pedagang yang akan memanfaatkan lahan tersebut. Termasuk di dalamnya para pedagang kaki lima. Namun, ia menyatakan hanya pedagang dari Kota Surabaya yang berhak berjualan di Pasar Keputran. (goek/*)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS