
SURABAYA – Anggota DPRD Jawa Timur Daniel Rohi menilai pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Malang Raya (Kabupaten Malang, Kota Malang, Kota Batu) mulai 17 Mei 2020 terkesan dipaksakan.
Dia menilai saat ini tiga daerah di Malang Raya belum siap memberlakukan PSBB. Sebab, persyaratan diberlakukannya PSBB di Malang Raya belum semua terpenuhi.
Daniel berpendapat, PSBB Malang Raya terkesan didorong Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa dan bukan berangkat dari kebutuhan daerah.
“Saya mendapat informasi dari Bupati Malang HM Sanusi yang awalnya tidak setuju PSBB, tetapi kemudian dipanggil rapat di Gedung Grahadi kemudian setuju”, kata Daniel Rohi, Jumat (15/5/2020)
Legislator yang juga Wakil Ketua DPD PDI Perjuangan Jatim ini mencontohkan belum siapnya mekanisme penyaluran bantuan sosial (Bansos) untuk masyarakat Malang Raya.
”Sampai saat ini, ketika saya turun ke dapil, data calon penerima bantuan masih amburadul,” jelasnya.
Dia menambahkan, bansos hanya salah satu elemen yang harus dipersiapkan. Masih banyak hal yang belum siap di Malang Raya ini.
“Misalnya, PSBB harus diiringi langkah strategis penanganan aspek medis, perluasan tes misalnya,” urai wakil rakyat dari dapil Malang Raya ini.
Selain itu, tambah Daniel, juga belum terlihat upaya strategis yang disodorkan untuk antisipasi terhadap dampak sosial, ekonomi dan psikologis yang sedang dan akan dialami masyarakat.
Menurutnya, hal itu memerlukan analisa yang komprehensif, transparan dan terukur sebelum keputusan dibuat.
Surat persetujuan penetapan PSBB untuk kawasan Malang Raya telah disetujui Menteri Kesehatan lewat SK Nomor HK.01.07/Menkes/305/2020 tanggal 11 Mei 2020, tentang Penetapan PSBB di Kabupaten Malang, Kota Malang, dan Kota Batu.
SK Menteri Kesehatan itu membutuhkan regulasi berupa Peraturan Bupati (Perbub) dan Peraturan Walikota (Perwali) di kawasan itu, sebagai dasar pedoman teknis pelaksanaan PSBB.
Daniel minta semua pihak belajar dari PSBB di Surabaya Raya yang tidak efektif dalam membendung peningkatan kasus Covid-19.
”Belajar dari Surabaya Raya, ternyata ketika PSBB diberlakukan malah jumlah pasiennya bertambah terus. Kultur masyarakat Surabaya Raya dan Malang Raya tidaklah jauh berbeda,” sebutnya.
Seharusnya, menurut Daniel, jika mau menerapkan PSBB di wilayah lain, gubernur melakukan evaluasi berdasarkan apa yang terjadi di Surabaya Raya agar bisa jadi pelajaran bagi Malang Raya.
Pemprov Jatim, imbuhnya, harus lebih kreatif, seperti halnya Pemprov Jateng yang melakukan pembatasan dengan konsep pendekatan berdasarkan karakteristik dan kearifan lokal.
“Jangan malu belajar ke Jateng, di sana konsepnya Pembatasan Kegiatan Masyarakat. Demikian pula di Bali yang dipuji Presiden Jokowi lewat peran aktif desa-desa adatnya. Jadi Ibu Gubernur jangan terkesan memaksakan PSBB yang berdasarkan kasus di Surabaya tidak efektif,” pungkas Daniel. (her)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS