Senin
25 November 2024 | 10 : 34

Perempuan Punya Kekuatan Ajukan Kontrak Politik

pemilih perempuan

pemilih perempuanSURABAYA – Politisi PDI Perjuangan Diana AV Sasa mengatakan, pemilih perempuan memiliki kekuatan untuk mendesak wakilnya di legislatif dan eksekutif agar bisa melahirkan kebijakan pro perempuan melalui proses pemilu.

“Jumlah pemilih perempuan kan faktanya lebih besar dari pemilih laki-laki. Harusnya potensi ini bisa menjadi kekuatan bagi kelompok pemilih perempuan untuk membuat kontrak-kontrak politik dengan calon pemimpinnya melalui proses pemilihan atau pemilu itu,” kata Diana Sasa dalam seminar nasional bertajuk “Rakyat sebagai Komoditas Politik” di Bangsal Pantjasila, Universitas Wijaya Kusuma Surabaya, Selasa (20/5/2014).

“Tapi realitasnya hal itu minim sekali dilakukan pemilih perempuan. Calon yang akan dipilih juga minim melakukan pendidikan kesadaran hak politik perempuan itu. Perempuan hanya menjadi sekadar komoditas politik, seperti barang yang diperjualbelikan,” tambah dia.

Komoditas, menurut Sasa, adalah barang dagangan, nilainya ditentukan oleh permintaan pasar. Pemilih perempuan, katanya, lebih banyak difungsikan sebagai pendulang suara dalam sebuah transaksi jual beli suara untuk meraih posisi politik sang kandidat.

Dia mencontohkan pemilu legislatif kemarin. Pemilih perempuan lebih memilih caleg yang memberikan jilbab, mukena, sembako atau uang tanpa tahu kalau nanti jadi anggota dewan caleg itu akan memperjuangkan kebijakan apa, dibandingkan dengan caleg yang menyampaikan kontrak politik tentang komitmen untuk perjuangan yang jelas.

Akibatnya, urai Sasa, caleg perempuan yang mumpuni tidak jadi. “Tapi caleg perempuan yang kemampuan intelektualnya terbatas, justru jadi, karena transaksi dengan uang maupun barang itu,” kata perempuan yang sempat menjadi caleg DPRD Jatim di dapil 7 itu.

Untuk menghindari perlakuan sekedar sebagai komoditas itu, imbuh Sasa, maka kaum perempuan mesti mendapat pendidikan politik tentang bagaimana membuat kontrak politik dengan calon yang akan dipilih. Ketika tidak ada komitmen politik antara caleg dengan pemilih perempuan, lanjut dia, maka setelah sang caleg jadi, tidak ada kekuatan politik untuk mendesak agar sang caleg memperjuangkan ide-ide kebijakan pro perempuan.

“Ini menjadi tugas bersama untuk melakukan pendidikan politik itu. Tidak hanya partai, tapi juga pemerintah, NGO, juga mahasiswa sebagai agen perubahan,” pungkasnya. (*)

BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Tag

Baca Juga

Artikel Terkini

KRONIK

Hari Guru Nasional, Bupati Fauzi Apresiasi Dua Pendidik Raih Prestasi Tingkat Nasional

SUMENEP – Pada peringatan Hari Guru Nasional 2024, Bupati Sumenep, Achmad Fauzi Wongsojudo memberi apresoasi atas ...
KABAR CABANG

Untuk Risma-Gus Hans dan Eri-Armuji, PDIP Surabaya Gelar Doa Bersama dan Santuni Anak Yatim Piatu

SURABAYA – Memasuki hari kedua masa tenang Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) 2024, Dewan Pimpinan Cabang (DPC) ...
LEGISLATIF

DPRD Surabaya Bentuk Pansus Raperda Pengembangan Ekraf

SURABAYA – Sidang paripurna ketiga DPRD Surabaya pada Senin (25/11/2024) memutuskan pembentukan panitia khusus ...
EKSEKUTIF

Usai Cuti Kampanye, Eri Pastikan Pengerjaan Proyek Strategis di Kota Surabaya

SURABAYA – Setelah dua bulan cuti kampanye Pilkada 2024, Eri Cahyadi kembali ke Balai Kota Surabaya melanjutkan ...
LEGISLATIF

Jaga Kepercayaan Rakyat dan Pastikan Pilkada Berlangsung Demokratis, Pulung Harap APH Netral

SURABAYA – Anggota Komisi III dari Fraksi PDI Perjuangan DPR RI Pulung Agustanto menyoroti pentingnya netralitas ...
KABAR CABANG

Menangkan Pilgub Jatim, DPC Kota Probolinggo Perkuat Saksi

PROBOLINGGO – Memenangkan Risma-Gus Hans di Pilkada Jawa Timur menjadi sebuah harga mati bagi kader PDI Perjuangan ...