JAKARTA – Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan, rencana pemindahan markas perjuangan cawapres Sandiaga ke Jawa Tengah, tidak mengancam kekuatan pasangan calon nomor urut 1, Joko Widodo-Ma’ruf Amin di provinsi itu.
Hasto mengaku dihubungi banyak pihak yang meyakinkannya bahwa pemindahan markas Sandiaga tidak akan berarti apa-apa.
“Mereka justru semakin solid. Bahkan dari ranting mengatakan, mereka boleh memindahkan kantornya ke Jateng. Namun sekalipun membuat kantor di setiap kabupaten, mereka tidak akan mudah memindahkan dukungan hati kami kepada Pak Jokowi dan Kiai Ma’ruf Amin,” ujar Hasto di Posko Cemara, kemarin.
“Memindahkan kantor tidak otomatis memindahkan dukungan hati,” tambah dia.
Menurut Hasto, jika jadi memindahkan markasnya, hal ini justru bagus bagi Sandiaga agar bisa belajar lebih jauh tentang budaya Jawa. Dengan begitu, Sandiaga bisa lebih menghormati kebiasaan dan nilai-nilai yang dipegang masyarakat Jawa.
Dia mengingatkan peristiwa ketika Sandiaga melangkahi makam pendiri Nahdlatul Ulama, KH Bisri Syansuri, di Jombang. Dia menegaskan pemindahan markas tidak akan mengubah dukungan sebagian besar masyarakat Jateng kepada Jokowi.
“Toh Jateng tidak akan pernah berubah loyalitas dan dukungan yang telah diberikan kepada Pak Jokowi,” ujar Hasto.
Terpisah, politisi PDI Perjuangan Aria Bima mengaku tidak resah terkait rencana Sandiaga yang akan fokus berkampanye di Jateng. Bima juga tak khawatir dengan rencana Sandiaga memindahkan markas perjuangannya dari Jakarta ke Jateng.
Anggota DPR dari daerah pemilihan Jawa Tengah V itu mengatakan, Sandiaga justru bisa belajar dari masyarakat Jawa Tengah.
“Pak Sandi akan melihat bagaimana membangun martabat demokrasi yang sehat, dengan akal sehat itu ada di Jawa tengah. Di sana itu happy banget, riang, enggak panas,” ujar Bima di Posko Cemara, kemarin.
Di Jawa Tengah, kata Bima, Sandi akan mendapatkan sekolah politik yang baik. Sebab, menurut dia, masyarakat di provinsi itu sudah matang dalam berdemokrasi.
Bima mengatakan, masyarakat Jateng cenderung tenang. Bima mengatakan, tim Prabowo-Sandiaga harus belajar hal ini karena gaya kampanyenya dinilai tidak cocok dengan karakteristik dengan warga Jateng.
Dia pun menyinggung polemik “Tampang Boyolali” yang dilontarkan capres Prabowo saat meresmikan kantor Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah.
Gaya komunikasi semacam itu, kata Bima, tidak cocok dengan karakteristik masyarakat setempat. Oleh karena itu, tidak heran jika menimbulkan gejolak.
“Kalau masuk Boyolali saja sudah mengeluarkan kata-kata semacam itu, itu enggak Jawa Tengah banget. Jangan justru nanti masuk sekali saja ke sana lalu bikin gaduh, sekarang malah bikin posko,” kata Bima. (goek)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS