SURABAYA – Ketua DPRD Kota Surabaya Armuji menegaskan, Perda 5 Tahun 2005 tentang Pelestarian Bangunan dan/atau Lingkungan Cagar Budaya harus dipatuhi jika membangun di lokasi bangunan cagar budaya (BCB).
Di dalam perda tersebut, mengatur pemanfaatan bangunan yang bernilai sejarah. “Semua harus sadar dan taat aturan. Tidak terkecuali pemodal. Ada kepentingan lebih besar menyangkut keselamatan cagar budaya,” kata Armuji, kemarin.
Penegasan ini dia sampaikan, karena prihatin atas lenyapnya BCB dan berganti menjadi hotel dan mal. Disayangkan, gedung modern yang berdiri di bekas BCB itu, tidak menyertakan miniatur gedung lama.
Pria yang juga Wakil Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Timur ini menekankan, setiap membangun gedung di BCB harus menyisakan bangunan aslinya. Selain itu harus membuat tiruan yang merepresentasikan bangunan asli.
“Harus membuat miniatur yang persis dengan bangunan cagar budaya sebelumnya. Harus mencari dokumentasi yang menunjukkan bangunan asli cagar budaya,” tegas Cak Ji, sapaan akrabnya.
Dia juga menyayangkan kondisi BCB di Surabaya saat ini, yang selain tidak ada perawatan, juga minim upaya penyelamatan.
Dia berpendapat, belum ada upaya serius dari Pemerintah Kota Surabaya untuk melindungi bangunan bersejarah tersebut. Padahal, sebutnya, Perda No 5 Tahun 2005 mengamanatkan penyelamatan bangunan bersejarah bagi peradaban Kota Surabaya ini.
BCB yang lenyap belakangan ini, ungkap Armuji, yakni rumah di Jl Mawar yang di zaman kolonial Belanda menjadi studio radio tempat Bung Tomo menyiarkan semangat melawan penjajah.
“Kini ada lagi proyek besar pembangunan hotel berbintang melenyapkan sinagoga, rumah peribadatan kuno di Jl Kayun,” ungkapnya.
Beberapa waktu lalu, legislator empat periode ini menyaksikan sendiri lahan bekas sinagoga di Jalan Kayun yang fisik bangunannya telah lenyap.
Saat ini, BCB sinagoga itu telah diratakan dengan tanah oleh pengembang. Rencananya, di lahan eks sinagoga itu akan didirikan hotel berbintang. (goek)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS