PENYANYI Lea Simanjuntak melantunkan lagu “Pancasila Rumah Kita” itu dengan suara merdu melengking. Semangat kebersamaan, seperti dalam lirik lagu yang biasa dibawakan Franky Sahilatua itu, menjalar kepada hadirin di panggung Taman Monumen Nasional (Monas), Jakarta, Minggu (16/11/2014). Di bawah terik matahari siang itu, ratusan orang dari berbagai komunitas di Nusantara ikut menyanyi, bahkan beberapa orang bergandeng tangan.
Momen ini tercipta pada peringatan Hari Toleransi Internasional di Indonesia yang digelar 25 lembaga swadaya masyarakat. Bait-bait lagu itu mewakili kerinduan rakyat Indonesia pada pengamalan Pancasila. Jika kelima sila dalam Pancasila diwujudkan, negeri ini akan menjadi “rumah” yang mengayomi rakyat Indonesia, apa pun suku, agama, ras, dan budayanya.
Seusai nyanyian, pembawa acara pun bertanya, “Siapa kita?” Para hadirin sontak menjawab, “Indonesia.” Lalu, ada pertanyaan lagi, “Bagaimana kita?” Hadirin kompak menimpali, “Bhinneka Tunggal Ika!”
Mengangkat tema “Damai dalam Kebhinnekaan”, peringatan Hari Toleransi Internasional mengajak rakyat Indonesia untuk kembali memperkuat solidaritas persaudaraan masyarakat yang majemuk. Sebanyak 39 komunitas dari sejumlah daerah di Nusantara tampil dalam perayaan itu. Mereka antara lain kelompok penari saman asli Aceh, grup tanjidor dan ondel-ondel dari Betawi, grup barongsai dari komunitas keturunan Tionghoa, kelompok penari Papua, grup angklung dari Sunda, dan kelompok tari dero dari Sulawesi Tengah.
Obor perdamaian
Pada pagi hari, bersama warga yang menikmati hari tanpa kendaraan bermotor, mereka berpawai mengusung obor perdamaian dari Bundaran HI menuju Monas. “Kami hadir dengan membawa terang, harapan, dan keberanian untuk mengajak kita semua memperkuat tali persaudaraan, sikap saling menghargai perbedaan suku, agama, budaya di negeri ini,” kata pengasuh Pesantren Al-Mizan, Majalengka, Jawa Barat, Maman Imanulhaq.
Ditetapkan oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) sejak 1995, Hari Toleransi Internasional terus diperingati di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Selain di Jakarta, Hari Toleransi juga digelar di Kupang, Manado, Yogyakarta, dan Banda Aceh untuk mengingatkan semua kalangan pada pentingnya toleransi, yaitu mengakui dan menghargai semua manusia tanpa membedakan latar belakang ras, suku, agama, dan budaya.
Aktivis pegiat toleransi pun mengeluarkan maklumat bersama. Mereka menuntut pemerintah hadir menangani praktik intoleransi, menindak tegas para pelanggar, melindungi dan merehabilitasi para korban kekerasan, dan menghapus segala kebijakan yang diskriminatif.
Acara ini tetap relevan karena praktik intoleransi, terutama atas nama perbedaan keyakinan beragama, masih marak di negeri ini. Penyelesaian kasus-kasus lama itu diharapkan membuktikan, Indonesia bisa menjadi rumah bagi seluruh rakyat, apa pun latar belakangnya. (Ilham Khoiri) – Kompas
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS