Rabu
02 April 2025 | 3 : 55

Natal, Momen Integratif Res Publica dan Res Sacra

pdip-jatim-umat-jemaat-kristus-raja-251220

Oleh Alexander Aur* 

BOLEH jadi dalam benak dan pemikiran dari sebagian kalangan penganut agama-agama, Yesus adalah Allah yang menjadi manusia merupakan sebuah “skandal” pemikiran. 

Bagaimana mungkin Allah menjadi manusia? Bagaimana mungkin Yesus adalah sungguh Allah sekaligus sungguh manusia? 

Bagi sebagian penganut agama-agama yang percaya bahwa Allah mutlak transenden, yang maha dalam segala hal, tidak mungkin menjadi manusia. 

Adalah tidak masuk akal bila manusia yang adalah ciptaan Allah tetapi kemudian Allah menjadi manusia. Tidak mungkin Allah sebagai pencipta sekaligus sebagai yang diciptakan. 

Oleh karena itu, Yesus adalah sungguh Allah sekaligus sungguh manusia merupakan sebuah “skandal” pemikiran. Sulit bagi mereka menemukan rasionalitas keberadaan Yesus yang demikian. 

Sungguh bijaksana bila argumentasi mengenai “skandal” tersebut kita tempatkan sebagai sebuah perkara dalam pemikiran teologis. 

Biarkan itu menjadi “pekerjaan” bagi para bijak-bestari dalam bidang teologi untuk memikirkannya secara mendalam dan seksama. Biarkan para teolog (pemikir teologi) membantu kita untuk memahami problem teologis dari “skandal” tersebut. 

Lalu, apa perkara kita sebagai orang biasa yang bukan teolog? Perkara kita adalah berusaha memahami natalitas Yesus sebagai titik temu “yang kudus” (res sacra) dengan “yang publik” (res publica). 

Dengan harapan bahwa, sembari berusaha memahami titik temu dua hal tersebut, dari usaha itu kita pun semakin mengerti bahwa “yang publik” dan “yang kudus” bukan merupakan dua hal yang diperlawankan satu sama lain, melainkan dua hal yang saling menunjang dan menjadi medan pergumulan konkret kita sebagai manusia biasa. 

Dengan demikian, sikap konkret yang kita tunjukkan dalam hidup sehari-hari adalah bukan memilih salah satu dari kedua hal itu, melainkan menjalani keduanya sebagai cara berada manusia. 

Akan tetapi yang tampak vulgar dewasa ini adalah mengambil sikap memilih salah satu dan menolak yang satu lagi. 

Memilih “yang publik” berarti menolak “yang kudus”. Demikian pula sebaliknya, memilih “yang kudus” berarti menolak “yang publik”. 

Logika memilih seperti itu, dewasa ini menguat dalam cara beragama dalam kehidupan sehari-hari. Bentuk konkret ekstrem dari logika tersebut tampak dalam fenomena pengkafiran oleh pihak yang satu terhadap pihak yang lain. 

Pihak yang mengkafirkan memilih “yang kudus”. Pihak yang dikafirkan berada pada posisi “yang publik”.   Fenomena itu kian akut setelah diselubungi oleh para pegiatnya dengan sentimen rasial. 

Momen integratif “Res publica” merujuk pada segala perkara keseharian dalam dunia. Mulai dari berbagai aktivitas harian manusia untuk tujuan survive (mempertahankan hidup) sampai berbagai aktivitas reflektif-intelektual sebagai pemaknaan atas aktivitas manusia dalam hidup sehari-hari (dunia keseharian). 

“Res publica” berdiri di atas dan berlangsung dalam skema kekuatan pikiran manusia. Dengan kata lain, dalam “res publica” manusialah yang berdaulat. 

Misalnya pemilihan wali kota pada pilkada yang baru saja berlangsung, merupakan urusan politik yang berpijak pada cara kerja nalar manusia. Calon wali kota-wakil wali kota tertentu menggunakan kecerdikan dan kelicikannya untuk memenangkan pertarungan politik pemilihan kepada daerah. 

Pasangan kepada daerah tertentu memenangi pertarungan merebut suara pemilih karena mereka dan timnya cerdik dan licik. Kecerdikan dan kelicikan adalah modus operandi dari pikiran manusia. 

“Res sacra” merujuk pada segala perkara religius, jauh dari hiruk-pikuk dunia keseharian. Segala aktivitas manusia tertuju dan semata-mata tertuju pada Allah yang diimani sebagai “yang kudus” yang sungguh mutlak. 

Pada aras ini, aktivitas manusia tidak bertumpu pada kecerdikan dan kelicikan nalar, melainkan pada sikap tunduk dan patuh terhadap kedaulatan mutlak Allah. 

Posisi manusia dalam “res sacra” adalah pihak yang sepenuhnya di bawah kendali Allah. Memasukkan sedikit saja unsur kecerdikan dan kelicikan nalar ke dalam “yang kudus” hanya akan menghasilkan noda dan cela. 

Peristiwa kelahiran Yesus yang dirayakan oleh penganut Kristen – baik Katolik maupun Kristen – pada momen Natal ini merupakan perayaan atas “res publica” dan “res sacra”. Kedua hal itu merupakan dua sisi integratif dari diri dan hidup manusia. 

Yesus yang lahir di Betlehem dan dibaringkan oleh Maria dan Yosef dalam palungan domba, memungkinkan manusia mengerti bahwa “yang kudus” bukan sesuatu yang berjarak dan jauh dari “yang publik”. 

Peristiwa kelahiran Yesus juga memungkinkan manusia mengerti bahwa “yang publik” bukanlah hal yang dipertentangkan dengan “yang kudus”. 

Peristiwa kelahiran Yesus adalah momen integratif “yang kudus” dan “yang publik”. Manusia dan hidupnya berlangsung dalam selubung “yang kudus” sekaligus “yang publik”. 

Disebut momen integratif karena sebagai manusia tidak mungkin hanya memilih salah satu dan menolak yang satu lagi. Yang paling mungkin dijalankan oleh manusia adalah menjalani keduanya sebagai cara berada manusia. 

Bahkan kedua hal itu merupakan unsur-unsur konstitutif diri manusia. Integrasi kedua hal tersebut sudah terlalu lama sekali dilupakan oleh manusia. Sepanjang masa pelupaan itu, yang terjadi adalah momen-momen pertarungan: “yang kudus” menaklukkan “yang publik” dan sebaliknya, “yang publik” menolak “yang kudus”. 

Setiap pertarungan senantiasa melahirkan korban. Manusia pulalah yang menjadi korban. 

Keadaan dan posisi manusia seperti inilah yang hendak ditebus oleh Yesus. Dan penebusan secara konkret dimulai pada momen kelahiran Yesus. Penebusan itu memungkinkan manusia paham bahwa cara beradanya mengintegrasikan kedua hal tersebut dalam hidupnya sehari-hari. (kompas)

(Alexander Aur, Dosen Filsafat Universitas Pelita Harapan)

BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Artikel Terkini

SEMENTARA ITU...

Open House Lebaran, Eri Cahyadi Ajak Warga Surabaya Saling Membantu dan Saling Menguatkan

SURABAYA – Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menggelar open house pada Lebaran Hari Raya Idul Fitri, Senin ...
KRONIK

Gelar Open House, Bupati Fauzi Ajak Warga Sumenep Silaturahmi ke Kediamannya

SUMENEP – Bupati Sumenep, Achmad Fauzi Wongsojudo, merayakan Hari Raya Idulfitri 1446 Hijriah bersama istrinya, Nia ...
EKSEKUTIF

Wabup Lumajang Open House Lebaran di Rumah Dinas, Lanjut di  Kampung Halaman

LUMAJANG – Wakil Bupati Lumajang Yudha Adji Kusuma menggelar open house pada perayaan Idul Fitri 1446 Hijriah. Open ...
KRONIK

Ahmad Basarah: Silaturahmi Megawati dan Prabowo Tinggal Tunggu Waktu

JAKARTA – Ketua DPP sekaligus jubir PDI Perjuangan Ahmad Basarah angkat bicara soal rencana silaturahmi pertemuan ...
SEMENTARA ITU...

Ghoni Ajak Warga Surabaya Jadikan Lebaran Momentum Penguat Persatuan dan Semangat Gotong Royong

SURABAYA – Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD Surabaya, Abdul Ghoni Mukhlas Ni’am mengucapkan selamat Hari Raya ...
EKSEKUTIF

Salat Id, Wali Kota Mojokerto Ajak Masyarakat Bersama-sama Wujudkan Panca Cita

MOJOKERTO – Wali Kota Mojokerto Ika Puspitasari mengajak masyarakat untuk mewujudkan Panca Cita visi dan misi ...