Menteri Jokowi Harus Merakyat

Loading

pdip jatim - jokowi di sawahJAKARTA — Ahli Sejarah dari Universitas Padjadjaran, Agung Nugroho, mengatakan, menteri yang akan mengisi kabinet Joko Widodo-Jusuf Kalla tidak hanya harus profesional di bidangnya, tetapi juga harus dekat dengan masyarakat. Menurut Agung, kedekatan itu penting agar masyarakat mudah menerima kebijakan pemerintah.

“Kabinet tidak hanya harus ahli dan profesional, tetapi juga harus merakyat. Kalau menteri sekadar ahli tapi tidak mendapat dukungan masyarakat, bagaimana dia sosialisasikan kebijakannya,” kata Agung, dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (17/9/2014).

Agung mengapresiasi gerakan relawan Jokowi yang melakukan berbagai polling untuk menjaring nama-nama menteri pilihan rakyat. Ia menilai, dengan cara tersebut dapat dilihat sosok yang dianggap publik pantas menjadi menteri sesuai dengan keahliannya.

“Selain berkompetensi dan ahli, menteri dari polling itu berarti mendapat dukungan dari masyarakat,” ujar Agung.

Agung mengharapkan Jokowi-JK menerapkan zaken kabinet seperti yang dilakukan Presiden Soeharto dulu. Pada kabinet di era Orde Baru, kata Agung, posisi menteri diisi oleh orang-orang yang ahli di bidangnya, bukan didominasi oleh kader partai politik. Namun, kata Agung, kelemahan kabinet di era Soeharto, para menterinya tidak dekat dengan rakyat. Menurut Agung, hal ini membuat beberapa kebijakan di pemerintahan saat itu, terutama di bidang ekonomi, tidak sesuai dengan kehendak masyarakat.

“Dia (menteri ekonomi saat itu) ahli, tapi tidak punya hubungan langsung dengan masyarakat. Akhirnya, kebijakan ekonominya jauh dari keinginan masyarakat,” ujarnya.

Oleh karena itu, lanjut Agung, kabinet Jokowi mendatang selain dituntut memiliki kompetensi dan keahlian di bidangnya, juga harus mampu merangkul masyarakat agar kebijakan yang dikeluarkan pemerintah mewakili apa yang diinginkan masyarakat.

“Dengan zaken kabinet, menteri didukung relawan dan masyarakat, maka akan dekat dengan masyarakat,” kata Agung.

Jokowi-JK mengumumkan akan ada 34 kementerian di kabinetnya, dengan komposisi 18 orang dari profesional dan 16 orang dari partai politik. Jumlah ini sama dengan pemerintahan yang dibangun oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Namun, ada perubahan nomenklatur hingga peleburan lembaga pada kabinet Jokowi-JK. Di antara 34 kementerian itu, sebanyak tiga menteri koordinator tetap dipertahankan. Jokowi-JK menghapus posisi wakil menteri, kecuali untuk Kementerian Luar Negeri. Kompas