Legislator PDIP Ingin Ada Keterwakilan Perempuan di BPK

Loading

JAKARTA – Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI akan melakukan uji kelayakan dan kepatutan calon anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), pada 6 April depan. Terkait ini, Komisi XI menerima masukan dari berbagai pihak, termasuk masyarakat.

Menurut anggota Komisi XI DPR RI Eva Kusuma Sundari, masukan terkait uji kelayakan anggota BPK ini bisa disampaikan secara langsung ke anggota atau sekretariat Komisi XI DPR.

“Selain itu, bisa lewat opini publik. Misal, di media (massa) maupun medsos (media sosial) kok,” kata Eva, Minggu (2/4/2017).

Uji kelayakan dan kepatutan calon anggota BPK itu dilakukan mengingat masa tugas dua anggota BPK saat ini akan segera berakhir. Yakni Wakil Ketua merangkap anggota BPK Sapto Amal Damandari, serta anggota I BPK Agung Firman Sampurna.

Anggota Fraksi PDI Perjuangan ini berharap BPK dihuni orang-orang berintegritas dan memiliki kapabilitas. Selain itu, calon yang nantinya harus terpilih adalah yang bebas dari kepentingan kelompok tertentu dan tidak memiliki masalah hukum, terutama korupsi.

“Masalah korupsi masih akut di Indonesia. Jadi, perlu komisioner-komisioner yang berintegritas dan ini dibuktikan di track record maupun di perspektif saat fit and proper test kelak,” ujar legislator dari daerah pemilihan (dapil) 6 Jawa Timur ini.

Artinya, sebut Eva, calon yang bermasalah hukum, apalagi korupsi tidak layak berada di BPK.

Dia berharap ada keterwakilan dari kaum hawa. Sebab, kata dia, dirinya merasa gagal memperjuangkan adanya pemimpin perempuan di Badan Supervisi Bank Indonesia (BSBI).

“Aku sebagai aktivis perempuan, ingin ‘pecah telor’, ada komisioner perempuan. Aku sudah gagal di BSBI, semoga goal di BPK dan OJK (Otoritas Jasa Keuangan),” kata Eva.

Pemilihan anggota BPK ini selalu menjadi sorotan. Sebab para pegiat antikorupsi terus mengritisi proses pemilihan yang terlalu politis lantaran dilakukan di DPR tanpa melibatkan panitia seleksi.

Pegiat antikorupsi, imbuh Eva, juga menyoroti terpilihnya anggota BPK yang terafiliasi partai. Keberadaan mereka dinilai berpotensi melemahkan kerja institusi. (goek)