SURABAYA – Anggota Komisi E DPRD Jawa Timur Agatha Retnosari mendesak semua pihak terkait agar penanganan Difteri di Jatim dilakukan secara preventif dan promotif dengan melibatkan pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) dan pondok kesehatan desa (ponkesdes).
Jika perlu, kata Agatha, Dinas Kesehatan (Dinkes) Jatim harus melakukan program ORI (Outbreak Response Immunitation). Menurutnya, pemberian imunisasi setelah adanya laporan kejadian luar biasa (KLB) difteri ini sudah dilakukan di Blitar.
“Data Dinas Kesehatan Jatim, kasus difteri di provinsi ini selalu di atas angka 300-an jiwa, mulai 2011 sampai 2017 dengan korban meninggal dunia ada di kisaran 7 – 12 jiwa,” sebut Agatha, Jumat (8/12/2017).
Respon cepat untuk mengatasi kasus difteri, lanjut dia, antara lain bisa dilakukan Dinkes bersama Puskesmas dan Ponkesdes dengan jemput bola ke masyarakat.
“Datangi rumah-rumah penduduk yang memiliki anak – anak usia yang membutuhkan imunisasi,” ucap legislator dari PDI Perjuangan ini.
Dia menyebutkan, imunisasi yang dilakukan menyeluruh diharapkan dapat menekan kasus Difteri. Masyarakat dan pihak swasta, tambah Agatha, juga perlu dilibatkan untuk memerangi dan menanggulangi penyakit difteri ini.
“Hal ini sesuai peraturan menteri kesehatan (Permenkes) nomer 12 tahun 2017 pasal 44. Di antaranya ikut melakukan sosialisasi, turut serta melakukan Imunisasi dan pemantauan imunisasi,” tuturnya.
Kepala Dinkes Provinsi Jatim, Dr dr Kohar Hari Santoso menerangkan, ada 187 lokasi di tingkat desa atau kelurahan yang tersebar di 35 kabupaten yang sudah berstatus Kejadian Luar Biasa (KLB) difteri.
“Kabupaten Pasuruan menjadi wilayah paling banyak jumlah penderita difteri. Tercatat 46 kasus dan didominasi anak-anak. Mereka semua berusia di bawah 15 tahun,” jelas Kohar, Jumat (8/12/2017).
Melihat kondisi ini, sebut Kohar, Dinkes Jatim sudah bekerja sama dengan Dinkes kabupaten/kota untuk melakukan penelusuran penderita difteri.
Dia melanjutkan, di wilayah KLB Difteri, Dinkes akan melakukan pemberian imunisasi difteri, yaitu Difteri, Pertusis dan Tetanus atau DPT.
Selain itu juga memberikan pengobatan profilaksia kepada keluarga atau masyarakat yang ada di lingkungan atau kontak dengan penderita difteri.
“Kami juga melakukan evaluasi cakupan imunisasi difteri di lokasi-lokasi yang memiliki kasus difteri,” tuturnya. (goek)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS