Dua periode menjabat ketua DPRD, nama Dwi Rianto Jatmiko sudah tak asing lagi di kalangan masyarakat Ngawi. Pun, kiprahnya sebagai manager Persinga juga jadi bukti bahwa pria yang akrab disapa Antok ini punya greget di bidang olahraga, khususnya sepak bola.
BOLA, bola, bola sepak bola. Olahraga paling populer di muka bumi ini sudah dikenal Dwi Rianto Jatmiko sejak tahun 1988. Pria asal desa Semen, Kecamatan Paron, Ngawi itu memang suka memainkan si kukit bundar. Maka tak heran, politikus PDI Perjuangan itu cinta mati. Bahkan Antok rela mengorbankan apapun untuk sekedar membiayai kebutuhan tim sepak bola.
“Banyak yang bilang kalau membiayai sepak bola itu orang gila, karena butuh budget yang besar,” ujarnya.
Di dunia sepak bola Ngawi, Antok bukan lagi pendatang baru. Pria kelahiran 1971 ini sudah lama berkecimpung di dunia soccer. Tepatnya, 1988-1990, Antok remaja sudah membela tim Persinga Junior. Kemudian, 2012 sampai sekarang dia didapuk sebagai manager Persinga. “Keluarga mendukung, jadi tidak masalah kalau keluar duit banyak untuk sepak bola,” ungkapnya.
Antok terbilang expert ditanya soal klub kebanggaan masyarakat Ngawi Persinga. Mulai dari perjalanan Devisi III, Devisi II, Devisi I hingga promosi ke Devisi Utama musim 2014. Klub berjukuk Laskar Ketonggo itu juga bertahan dan kembali mengarungi DU musim 2015. Menurutnya masalah klasik yakni prestasi dan pendanaan merupakan kesulitan yang selalu mengiringi perjalanan klub. “Tapi karena sudah terlanjur terjun, akhirnya sekalian basah saja,” tuturnya.
Suka duka mengiringi perjalanan Antok menahkodai Persinga. Pria berkumis ini pernah menjual mobil dan barang-barang berharga miliknya untuk sekedar menyelesaikan masalah finansial klub. Maklum, berlaga di DU, Persinga butuh budget sampai Rp.1 milliar untuk biaya operasional pemain dan pelaksanaan pertandingan.
“Masa paling sulit ketika Persinga tidak lagi mendapat sokongan APBD,” paparnya.
Antok mengaku kerap nombok saat mengurus Persinga. Pun, selaian merogoh kocek pribadi, pelbagai cara ia tempuh agar Persinga tetap bertahan di kompetisi profesional itu. Salah satunya, mengajak pengusaha dan pejabat di Ngawi untuk menjadi donatur Persinga. Menurutnya cara ini terbilang ampuh mengatasi masalah finansial klub. “Punya klub profesional itu memang butuh biaya sangat besar. Kalau tidak dibantu pihak lain, pasti keteteran,” imbuhnya.
Selain keuangan, sebagai manager, Antok juga harus memikirkan masalah pemain, dan official tim. Menurutnya, Persinga tidak sekedar klub sepakbola yang berorientasi pada prestasi semata. Tapi juga dianggap sebagai keluarga besarnya. Pun, Antok kerap dianggap bapak asuh oleh pemain dan offcial tim Persinga. “Saya berusaha menempatkan diri sebagai bapaknya anak-anak kalau sudah bersama Persinga,” terangnya.
Antok mengaku punya trik membangun kedekatan bersama pemain dan offcial tim. Diantaranya melakukan komunikasi intensif di luar lapangan. Seperti berkunjung ke asrama pemain untuk sekedar say hello mananyakan kabat dan kondisi kesehatan. Kegiatan itu biasa dia lakukan ketika waktu senggang di luar rutinitas DPRD dan partai. “Aktivitas bersama Persinga sudah jadi rutinitas di luar kegiatan formal DPRD dan partai,” ujar ketua DPC PDI Perjuangan Ngawi itu.
Kendati demikian, Anton masih punya asa di sepak bola Ngawi yang belum tertunaikan hingga sekarang.Yakni, menyatukan seluruh stake holder yang berkompeten dalam mengembangkan dunia bola Ngawi. Dia berharap Persinga yang dikenal luas di dunia luar.” “Saya ingin masyarakat Ngawi punya rasa memiliki Persinga. Ini perlu kebersamaan seluruh pihak,” pungkasnya.
Sumber : Jawa Pos, 24 Maret 2015
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS