JAKARTA – Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengajak semua pihak menerima ketentuan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) sebagaimana UU Pemilu yang sudah disahkan DPR RI.
Hasto menyayangkan pernyataan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto yang mengatakan ambang batas pencalonan presiden adalah lelucon untuk menipu rakyat.
Menurut Hasto, hal tersebut disampaikan Prabowo hanya karena ambisi untuk kembali mencalonkan diri pada Pemilu Presiden 2019.
“Ketika ada voting di DPR soal presidential threshold yang hasilnya tidak membuatnya puas, maka dia katakan bahwa presidential threshold menipu rakyat. Jangan karena ambisi jadi presiden kemudian keputusan yang sah direduksi. Sekali lagi (Prabowo mengucapkan itu) hanya karena ambisi,” kata Hasto, Minggu.
Opsi ambang batas pencalonan presiden sebesar 20 persen kursi atau 25 persen suara sah nasional didukung mayoritas fraksi di DPR. Selain PDI-P, opsi ini juga didukung parpol koalisi pendukung pemerintah lain seperti Golkar, Nasdem, Hanura, PPP dan PKB.
Adapun Gerindra, bersama Demokrat, PKS dan PAN mendukung opsi ambang batas pencalonan presiden dihapuskan atau 0 persen. Karena kalah suara, keempat fraksi tersebut walk out dari ruang sidang paripurna dan RUU pemilu dengan ambang batas pencalonan presiden 20-25 persen disahkan menjadi UU secara aklamasi dalam rapat paripurna, Jumat (21/7/2017) dini hari.
Hasto mengatakan menang dan kalah dalam berpolitik merupakan hal biasa dan harus disikapi secara ksatria. “Dengan jalan ksatria PDI-P menerima keputusan politik di DPR walau sering diambil atas kekuatan menang menangan semata,” ucap Hasto.
Dia mencontohkan, saat awal Jokowi terpilih menjadi presiden, parpol pendukung Prabowo yang saat itu tergabung dalam koalisi merah putih mengubah ketentuan dalam Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD.
Dengan perubahan itu, PDI-P sebagai pemenang pemilu legislatif tidak otomatis menduduki kursi pimpinan DPR. Pemilihan pimpinan dilakukan dengan sistem paket.
PDI-P dan koalisi pendukung Jokowi yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat pun kalah dalam perebutan kursi pimpinan DPR dan alat kelengkapan dewan. Namun PDI-P, kata Hasto, bisa menerima kekalahan itu.
“Mereka memotong suara rakyat sehingga apa yang disuarakan rakyat tidak tercerminkan di DPR. Tapi PDI-P yakin politik beretika harus dikedepankan,” ucapnya.
Sementara itu, Mendagri Tjahjo Kumolo pun mempertanyakan adanya kritikan soal presidential threshold 20 persen. Padahal mekanisme itu, sebut Tjahjo sudah berlangsung selama dua kali pemilu presiden (pilpres).
“Sudah dua periode, dua tahapan pilpres, diikuti enggak ada yang protes. Kok sekarang dibahas, kenapa? Padahal di DPR sudah diputuskan,” kata Tjahjo kepada wartawan di acara Festival Pesona Budaya Borneo, di TMII, Jakarta Timur, kemarin.
Dia menyebutkan, pemerintah menyilakan pihak yang tidak puas, dengan cara menempuh mekanisme judicial review di Mahkamah Konsitusi (MK). Di MK akan diuji, apakah udang-undang melanggar konstitusi atau tidak.
“Yang berhak memutuskan sebuah undang-undang, sebuah aturan melanggar konstitusi atau tidak adalah Mahkamah Konstitusi. Bukan parpol, bukan DPR,” jelas mantan Sekjen PDI Perjuangan ini.
Dalam pengesahan RUU Pemilu, DPR melakukan aklamasi untuk memilih opsi paket A. Paket A terdiri dari presidential threshold 20 persen kursi atau 25 persen suara nasional, parliamentary threshold 4 persen, sistem pemilu terbuka, metode konversi suara sainte lague murni, dan jumlah kursi per daerah pemilihan 3-10. (goek)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS