SURABAYA – Dalam pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) ke depan, para nelayan kecil di Indonesia akan lebih mudah mendapat informasi tentang laut hanya dari telepon genggamnya. Nelayan bisa mengetahui kondisi cuaca, posisi sebaran jenis ikan, juga harga ikan dengan menggunakan aplikasi fishlog di ponsel berbasis android.
Ide ini dilontarkan Ketua Dewan Pembina Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) M Riza Damanik saat menjadi pembicara diskusi panel Maritim, Kedaulatan dan Hak atas Pangan yang diselenggarakan Seknas Jokowi Surabaya bersama Pusham Ubaya dan Komunitas Arek Alumni ITS di Universitas Surabaya (Ubaya) Jalan Ngagel Jaya Selatan 169 Surabaya, Jumat (5/9/2014).
Dengan sistem yang dibuat Universitas Surya dan KNTI ini, nelayan dan pemerintah bisa saling memberikan input data informasi. “Misalnya pemerintah memberikan info cuaca dan perkiraan ikan apa ada di laut sebelah mana. Sebaliknya, nelayan bisa memberikan info jumlah, jenis tangkapan dan harga ikan. Jadi sifatnya dua jalur,” terang Riza.
Bahkan, lanjut Riza lagi, para istri nelayan yang biasanya khawatir suaminya tak pulang-pulang bisa mengetahui posisi perahu nelayan ada di mana. Teknologi ini memungkinkan menggunakan jaringan provider seluler karena diperuntukkan bagi nelayan kecil yang tangkapannya tidak terlalu jauh. “Harga HP android sekarang kan ada yang di bawah satu juta, jadi relatif masih terjangkau,” ujar dia.
Menurut Riza, ketersediaan akses informasi dan teknologi bagi nelayan ini penting dilakukan Jokowi-JK jika ingin membangun kadaulatan maritim dengan Indonesia sebagai poros dunia. “Tidak adanya acuan harga ikan menyebabkan nelayan jadi obyek eksploitasi rantai dagang ikan. Tidak adanya informasi cuaca dan lokasi ikan juga menyebabkan usaha perikanan tidak efektif dan efisien. Maka harus ada terobosan,” ungkapnya.
Selain teknologi informasi, Riza mengusulkan agar terkait isu kemaritiman, pemerintahan Jokowi-JK akan memperhatikan beberapa hal antara lain, pertama soal pentingnya memperkuat lembaga kemaritiman. “Sekarang ada Dewan Maritim Indonesia yang berganti nama Dewan Kelautan Indonesia. Ketua tertingginya Presiden. Tapi belum pernah sekali pun presiden memimpin rapatnya. Jadi ada miskoordinasi. Harus ada pemimpin yang memegang kendali karena di Dewan Maritim ini rata-rata isinya pejabat yang tingkatannya sama, ada rasa rikuh untuk mengatur yang lain. Maka presiden harus hadir,” tegasnya.
Yang kedua, lanjut Riza, pemerintah baru nanti mesti berani melakukan moratorium izin baru untuk kapal ikan 10-30GT dan menggeser armada kapal ikan berbobot besar (> 30GT) ke perairan Zona Ekonomi Eksekutif Indonesia. Strategi ini bisa mempersempit masuknya kapal-kapal asing pencuri ikan.
“Kalau dijalankan sungguh-sungguh, kita bisa membuka 10 juta lapangan kerja baru baik pada produksi, pengolahan maupun pemasaran hasil laut,” kata pria yang disebut-sebut masuk salah satu kandidat menteri kemaritiman ini.
Terakhir, pemerintah ke depan juga berkewajiban mendukung tumbuh kembangnya organisasi dan koperasi nelayan yang kuat. Organisasi nelayan yang kuat karena terdidik dan mandiri ini lah yang kelak akan menyelamatkan Indonesia dari dampak buruk globalisasi maupun perdagangan bebas.
“Jika optimisme kemaritiman di kampung-kampung nelayan ini dirawat, insya Allah Pak Jokowi-JK sudah meletakkan pondasi Indonesia sebagai poros maritim dunia,” ucapnya. (sa)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS