SURABAYA – Wali Kota Eri Cahyadi mengajak pengurus Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Surabaya agar memberikan informasi apabila mengetahui ada siswa dari keluarga masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) atau pun tidak yang memiliki kendala terkait biaya pendidikan.
Terutama, pelajar SMA/SMK atau yang sedang mengenyam pendidikan di Pondok Pesantren (Ponpes) yang belum tercover bantuan oleh pemerintah. Pemkot Surabaya siap membantu beasiswa pendidikan bagi mereka.
“Saya berharap PGRI ini bisa memberikan masukan kepada Pemkot Surabaya. Yang selalu saya sampaikan, bahwa pemkot tidak akan pernah bisa sempurna tanpa ada kolaborasi dengan semua elemen dan stakeholder yang ada,” kata Eri Cahyadi.
Hal itu disampaikan Eri Cahyadi saat meresmikan gedung baru PGRI di Jalan Musi No 16A, Kota Surabaya, Rabu.
Eri juga menyampaikan bahwa dengan adanya gedung baru ini maka program-program kerja dari Dinas Pendidikan (Dispendik) Surabaya diharapkan bisa dikolaborasikan dengan PGRI.
“Sehingga ke depan tidak ada lagi guru yang tidak bersertifikasi. Tidak ada lagi sekolah yang bersaing satu dengan yang lainnya,” ujarnya.
Selain itu, kata dia, melalui gedung baru itu, maka ke depan diharapkan pula kualitas guru negeri maupun swasta di Kota Surabaya dapat seimbang. Tentunya hal ini juga harus didukung dengan pemenuhan sarana dan prasarana baik di sekolah negeri dan swasta.
“Saya berharap, gedung PGRI ini akan memberi sesuatu yang baru kepada Pemkot Surabaya. Khususnya dalam bidang pendidikan di Kota Surabaya,” harap wali kota kader Banteng ini.
Dia juga meyakini, dengan gedung baru ini, maka jembatan antara pendidikan negeri dan swasta di Surabaya bisa diakomodir, baik antara guru negeri dan swasta, maupun permasalahan terkait dunia pendidikan.
Tentunya hal itu dapat terwujud ketika ada kolaborasi antara PGRI dan Pemkot Surabaya. “Ujung-ujungnya pendidikan di Kota Surabaya harus jauh lebih baik, harus jauh lebih hebat lagi dengan berdirinya PGRI ini,” harap Eri.
Menurut dia, saat ini mayoritas tenaga pendidik di sekolah negeri maupun swasta di Surabaya sudah bersertifikasi. Meski demikian, ia mengajak pengurus PGRI Surabaya berkolaborasi untuk menghimpun data-data para guru swasta yang belum tersertifikasi.
“Makanya data nanti harus bisa dikumpulkan oleh teman-teman dari PGRI ini. Sertifikat sudah hampir semuanya, tetapi kan pelatihan-pelatihan tetap kita lakukan terus oleh Dinas Pendidikan. Sehingga nanti pelatihan itu harus berimbang antara (guru) negeri dan swasta,” katanya.
Sementara itu, Ketua PGRI Kota Surabaya Agnes Warsiati menyampaikan, kesiapannya membantu Pemkot Surabaya mengakomodir seluruh masalah pendidikan di Kota Pahlawan. Salah satunya mengenai pelajar jenjang SMA/SMK atau lembaga setara yang memiliki kendala dengan biaya pendidikannya.
“Kami diberi amanah sama Pak Wali Kota untuk nantinya mencari mana saja siswa SMA/SMK yang tidak mampu. Nanti kami akan bersama-sama Dinas Sosial (Dinsos) Kota Surabaya,” kata Agnes.
Untuk itu, pihaknya bakal menggerakkan seluruh pengurus cabang PGRI di setiap kecamatan untuk membantu pemkot. Harapannya, data para pelajar di Surabaya yang benar-benar membutuhkan bantuan beasiswa pendidikan itu dapat valid.
“Nanti kami akan bekerja sama untuk mendata dimana anak-anak itu. Kebetulan juga kami (PGRI) per kecamatan punya pengurus cabang. Jadi nanti akan dicari biar valid. Memang selama ini kan ada juga (pelajar) yang tidak masuk MBR, namun anak itu juga betul-betul membutuhkan,” ungkapnya.
Hingga saat ini, beber Agnes, ada sebanyak 19 ribu guru di Kota Surabaya yang sudah terdaftar atau memiliki kartu anggota PGRI. Jumlah tersebut, terdiri dari guru negeri dan swasta mulai dari jenjang TK, SD, SMP hingga setara pendidikan SMA/SMK.
“Semoga gedung baru ini nanti menjadi penyemangat semuanya untuk berkreatifitas. Dan, semoga menjadi tempat untuk berbagi bersama dalam memajukan pendidikan di Surabaya serta menjadikan guru-guru semakin profesional,” ucapnya. (yols/pr)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS