Dorong Pembuatan Perda Perlindungan Buruh

Loading

pdip jatim - aksi BuruhSURABAYA – Adanya desakan penerbitan pembuatan peraturan daerah (perda) perlindungan pekerja mendapat apresiasi dari Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jawa Timur. Apresiasi positif ini disampaikan Gianto, juru bicara Fraksi PDI Perjuangan dalam rapat paripurna Pendapat Akhir Fraksi atas Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Gubernur Akhir Tahun Anggaran 2014, Senin (4/5/2015).

Kata Gianto, saat ini DPRD Jawa Timur sedang menggodok berbagai perda perlindungan petani, dan nelayan. Oleh karena itu, lanjutnya, maka perda sejenis untuk kelompok lainnya juga harus segera dibuat.

“Tak terkecuali perda untuk melindungi pekerja, termasuk di dalamnya, perlindungan untuk pekerja rumah tangga,” katanya.

Menurut Gianto, buruh masih sering mengalami ketidakdilan dalam hubungan kerja, yakni belum memperoleh pembagian keuntungan usaha secara memadai. Buruh juga senantiasa ditekan dan dalam posisi tawar yang lemah.

“Buruh seringkali hanya menjadi alat untuk mencari keuntungan para pemodal, bukan menjadi subyek pembangunan yang harus dilindungi dan disejahterakan,” ujar dia.

Padahal, lanjut Gianto, konstitusi sangat memahami posisi strategis buruh, serta menempatkannya setara dalam hubungan kerja. Dalam UUD pasal 28D ayat (2) dinyatakan, : “Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.”

“Oleh karena itu, kami mendukung agar berbagai upaya evaluasi dan peninjauan kembali kebijakan yang senantiasa merugikan buruh. Salah satunya adalah Pengadilan Hubungan Industrial (PHI),” kata Gianto.

Mekanisme PHI, terang Giabto, hampir selalu merugikan kepentingan pekerja dalam mencari keadilan perselisihan kasus-kasus perburuhan. “PHI harus dievaluasi dan ditinjau kembali. Pemerintah harus terlibat dan menjamin bahwa penyelesaian sengketa berjalan adil dan tidak merugikan buruh,” tegasnya.

Fraksi PDI Perjuangan juga mendesak pemerintah senantiasa memperhatikan kesejahteraan buruh dalam bentuk UMK dan jaminan sosial. Upah Minimum harus sesantiasa disesuaikan dengan keadaan yang ada.

“Komponen KHL harus memperhatikan   segenap unsur yang dibutuhkan masyarakat Indonesia untuk dapat berkembang. Jangan lagi ada politik upah murah di Indonesia,” ucapnya.

Agar pengusaha mampu untuk menggaji buruhnya secara layak, imbuh Gianto, pada saat yang bersamaan, pemerintah harus tegas memberantas kongkalikong, korupsi dan pungutan liar di negeri ini.

“Korupsi adalah akar dari ekonomi biaya tinggi, sekaligus hulu dari rendahnya upah buruh,” sebut Gianto. (pri)